JAKARTA – Indonesia tercatat masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain dalam hal penanganan penderita HIV. Hal itu tercermin dari rendahnya cakupan antiretroviral (ART) yang berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penderita HIV dalam 10 tahun terakhir.
Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) University of Washington merilis hanya sebagian kecil dari 440.000 penduduk Indonesia penderita HIV yang mendapat terapi ART. ART sendiri merupakan jenis terapi yang memperlambat pertumbuhan penyakit ganas tersebut. Sejalan dengan itu, jumlah penderita infeksi HIV baru di Tanah Air tercatat terus meningkat satu dasawarsa terakhir.
“Jika kecenderungan infeksi baru meningkat terus-menerus, ini akan menjadi tantangan signifikan dalam mencapai target SDGs PBB agar dunia bisa menyaksikan berakhirnya AIDS dalam waktu kurang dari 15 tahun,” papar Direktur IHME Christopher Murray.
Associate Professor IHME, Haidong Wang, mengatakan terapi antiretroviral pada dasarnya berupaya untuk membuat hidup penderita HIV lebih panjang. Pada 2020, IHME membuat sasaran ambisius yang dinamai ’90-90-90’.
Artinya, 90% orang yang hidup dengan HIV mengetahui status penyakit mereka, 90% orang yang didiagnosis mengidap HIV mendapatkan terapi ART, serta 90% orang yang mendapatkan terapi ART mengalami penekanan virus.
“Penelitian kami merupakan kunci untuk memperkuat tanggung jawab dalam memastikan janji-janji yang dibuat oleh para politikus dan pembuat kebijakan sehubungan dengan target HIV tertentu akan diwujudkan,” ujarnya. (MSR)