News

Parpol Dinilai Gagal dalam Demokrasi

JAKARTA – Demokrasi adalah mata rantai yang sangat digadang-gadang oleh masyarakat Indonesia. Hadirnya demokrasi sebagai suatu sistem yang diharapkan menjamin partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas itu nyatanya masih jauh dari pilar-pilar penggerak mesin demokrasi yakni parpol (Partai Politik)

Dalam FDA ( Forum Diskusi Aktual) yang diselenggarakan oleh Bidang Politik Pusat Otonomi Daerah, Politik, dan Pemerintahan Umum BPP Kemendagri pada Rabu, (13/04) hadir narasumber Siti Zuhro dari LIPI mengatakan, secara eksternal parpol bertugas melakukan pendidikan politik, menyerap, dan mengakomodasi aspirasi rakyat. “Mengingat fungsi tersebut, parpol menjadi kunci utama yang berperan penting dalam proses demokrasi. Namun secara umum, parpol belum mampu menunjukkan pembangun diri sebagai institusi demokrasi,” ungkapnya.

Ia juga mengatakan, konsistensi para elit politik sangat rendah, sehingga tarikan kepentingan yang mengutamakan interest lebih dikedepankan daripada aspirasi masyarakat. “Ini menjadi bukti pragmatisme dan opurtunisme partai,” katanya.

Parpol juga dinilai masih sibuk dan terjebak dalam pergulatan kepentingannya sendiri dan mengabaikan masa yang menjadi pendukungnya selama pemilu. “Sehingga tingkat kepuasan masyarakat terhadap parpol semakin tinggi, karena aspirasi dan kepentingan masyarakat tidak terwakili,” paparnya.

Gagalnya parpol melakukan terobosan-terobosan penting dalam mendorong kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat akan memunculkan lebih banyak komite-komite baru atau gerakan masa baru yang menuntut perubahan dan menawarkan tokoh. “Karena itu, penyederhanaan sistem kepartaian sangat relevan untuk diterapkan dalam rangka menciptakan multipartai sederhana dalam jumlah partai dan dalam pengelompokan ideologis,” ungkapnya.

Zuhro mencontohkan, misalnya dalam pembuatan partai baru harus didirikan oleh 500 orang. “Parpol baru boleh ikut pemilu bila minimal sudah berusia 5 tahun sejak didirikan atau dibentuk. Selain itu, partai peserta pemilu juga harus menyerahkan deposit dana sebesar Rp 500 milyar kepada negara yang dititipkan melalui KPU,” jelasnya.

Terakhir, ia menyarankan sebaiknya parpol tidak hanya sibuk saat menjelang pemilu. Sistem keanggotaan sangat longgar, sehingga bisa digunakan untuk seleksi ketat dan rekrutmennya dalam keanggotaan. Agar sistem kader tercipta, maka underbow parpol tidak dibutuhkan lagi. Ini yang akan membedakan batasan jelas antara political society dengan civil society. “Demokrasi Indonesia akan terancam bila parpol terikat pada kepentingan donatur parpol,” tegasnya. (IFR)

 

Join The Discussion