News

Menyongsong Bonus Demografi dengan Memanfaatkan Data Kependudukan

JAKARTA- Indonesia digadang-gadang akan mengalami bonus demografi. Kondisi ini diyakini membawa berkah bagi pertumbuhan ekonomi. Namun, di sisi lain juga menjadi ancaman jika tidak dipersiapkan secara baik. Seperti diketahui, masa bonus demografi ialah saat jumlah masyakarat produktif lebih dominan ketimbang penduduk usia tidak produktif.

Persiapan menghadapi bonus demografi salah satunya dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang sehat, berpendidikan, dan berketerampilan. Upaya itu dapat dicapai melalui perencanaan pembangunan yang berkualitas dengan mengacu pada data kependudukan yang akurat. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan data kependudukan yang dihimpun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sebagai salah satu penyedia data yang valid, andal, dan dinamis. Namun sayangnya, saat ini pemanfaatan data itu terutama oleh pemerintah daerah dinilai masih belum maksimal.

Persoalan inilah yang berusaha disingkap oleh Badan Penelitian dan Pengembanga (BPP) Kemendagri, melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Administrasi Kewilayahan, Pemerintahan Desa, dan Kependudukan (Puslitbang Adwil, Pemdes, dan Kependudukan). Belum lama ini unit tersebut mengkaji ihwal “Kesiapan Pemerintah Daerah dalam Pemanfaatan Data Kependudukan untuk Perencanaan Pembangunan Menyongsong Bonus Demografi”. Kajian dilakukan di tiga provinsi, yakni Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Hasil kajian itu dipaparkan kepada sejumlah perwakilan pemerintah daerah, di Hotel Travellers, Jakarta Pusat, Selasa (19/11).

Persoalan keakuratan data penduduk menjadi sandungan dalam melakukan pembangunan. Kepala BPP Kemendagri, Dodi Riyadmadji, dalam sambutannya menyebutkan masyarakat merupakan subjek penting yang masuk dalam rencana pembangunan. Oleh karenanya, data terkait itu tidak boleh dimasukkan secara sembarangan. Ia mencontohkan sebuah program yang tidak tepat sasaran akibat data penduduk yang tak akurat. “Misalnya, dalam memberikan bantuan sosial di Papua itu ternyata banyak yang tidak cocok dengan NIK (Nomor Induk Kependudukan), ini baru contoh di Papua,” kata Dodi.

Dodi mengaku, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menginginkan agar dokumen perencanaan disusun secara detail. Supaya saat menemui DPR dalam pembahasan anggaran, dapat memaklumi sekaligus memahami kegiatan dan sasaran hasil yang sudah diagendakan.

Selain itu, di era revolusi industri 4.0, bonus demografi juga mendapat tantangan tersendiri. Saat tenaga kerja Indonesia belum meningkat kualitasnya, justru pemanfaatan teknologi seperti robotisasi dalam proses produksi kian massif. “Pembangunan sumber daya manusia di Indonesia, ini akan menghadapi persoalan besar,” katanya.

Kepala Puslitbang Adwil, Pemdes, dan Kependudukan, Kurniasih, mengamini maraknya penggunaan teknologi di sejumlah pabrik. Ia mencontohkan salah satu pabrik di Sidoarjo Jawa Timur yang mempekerjakan segelintir orang karena ditunjang penggunaan robot. Selain itu, beberapa profesi seperti pengacara, dokter, dan supir di beberapa negara maju sudah tergantikan teknologi. Laju perkembangan revolusi industri juga sudah mulai beranjak dari revolusi industri 4.0 menuju 5.0. Perubahan ini mesti disiapkan oleh pemerintah termasuk di tingkat daerah, terutama dalam penguatan SDM. “Siapkah kita menyongsong industri saat ini 4.0 menuju 5.0, ini tantangan besar,” tutur Kurniasih. Dia berharap dengan kajian ini, dapat memberikan masukan kepada Menteri Dalam Negeri dalam memanfaatkan bonus demografi.

Hasil kajian

Ketua tim peneliti, Hari Prasetyo, menjelaskan kajiannya menyoroti tiga persoalan terkait data kependudukan sebagai bekal menyongsong bonus demografi. Pertama, mengulas dukungan kebijakan pemerintah daerah terkait administrasi kependudukan. Kedua, persoalan pendidikan dan kesehatan yang dialami pemerintah daerah. Ketiga, menyoal upaya pemanfaatan data kependudukan untuk perencanaan pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan.

Dalam kajiannya, Hari menemukan peraturan terkait administrasi kependudukan belum dimiliki semua lokus kajian. Hal itu dialami Banten, yang berbeda dengan dua daerah lainnya yang sudah mengantongi aturan tersebut. Belum meratanya kepemilikan aturan itu, menunjukkan penerbitan data kependudukan sebagai acuan rencana pembangunan belum menjadi prioritas. Selain itu, meski dua daerah lainnya memiliki regulasi, akan tetapi muatannya beragam antara satu dengan lainnya. “Kami melihat belum adanya standar penyajian data kependudukan yang terstruktur dari tingkat pusat, sehingga masing-masing daerah membuat sendiri bentuk penyajian, mengatur sendiri bagaimana pemanfaatannya,” katanya.

Di samping itu, lanjut Hari, unit yang mengelola urusan kependudukan dan pencatatan sipil di masing-masing lokus kajian juga beragam. Di Jawa Barat misalnya, urusan itu dikelola oleh unit setingkat eselon 2. Berbeda dengan Banten dan Jawa Tengah yang masih dikelola oleh level unit eselon 3. Padahal, tingkatan itu memengaruhi jumlah perangkat kerja dan anggaran, yang dampaknya pada kemampuan penyajian sekaligus pemanfaatan data secara maksimal.

Hari mengusulkan, pengelolaan urusan pendudukan dan catatan sipil mestinya dilakukan pada level unit kerja eselon 2 dan tidak digabungkan dengan unit lain. Guna menjadikan data Kemendagri yang berkualitas, ia menyarankan adanya penguatan infrastruktur teknologi dan SDM.

Sementara itu, untuk persoalan masyakat pada bidang pendidikan dan kesehatan, Hari menemukan isu-isu yang disusun lokus kajian hampir serupa. Isu itu misalnya, terkait  kualitas kehidupan, daya saing SDM, kemiskinan, pengangguran, tata kelola pemerintahan, dan kesenjangan antarwilayah. Persoalan pada aspek pendidikan, misalnya masih rendahnya mutu kelulusan, belum optimalnya tata kelola dan akses pendidikan, belum optimalnya sinergi pendidikan dan tenaga kerja, rendahnya partisipasi sekolah. Sedangkan bidang kesehatan, Hari mendapati masih banyaknya kasus kematian ibu dan anak, belum optimalnya pencegahan dan pengendalian penyakit, perilaku bersih dan sehat, masih ditemuinya gizi buruk, dan sejumlah persoalan lainnya.

Jika persoalan itu terus berlangsung, maka akan berdampak pada makin rendahnya kualitas SDM. Akibatnya, suplai tenaga kerja produktif menjadi terbatas. Daya saing daerah tersebut menjadi rendah, dan terkalahkan oleh daerah lain yang lebih produktif. Situasi ini bakal menimbulkan angka kemiskinan kian meningkat, dan maraknya kriminalitas. “Secara berlanjut hal ini juga akan berakibat pada perekonomian nasional,” katanya.

Menurut Hari, pemerintah provinsi harusnya mampu mengantisipasi isu-isu yang dapat memengaruhi bonus demografi, melalui perencanaan yang matang. Salah satu langkahnya, dengan membuat desain besar persiapan bonus demografi. Hari menemukan memang belum semua provinsi menyiapkan desain tersebut. Meski begitu, kesiapan menghadapi bonus demografi direspons dengan kebijakan yang beragam. Misalnya, lewat regulasi pembangunan kepemudaan, desain besar pembangunan kependudukan, dan sebagainya.

Selain itu, terkait data kependudukan di tingkat provinsi memang belum tersaji dan tersosialisasi secara luas, baik potensi maupun manfaatnya. Kondisi ini akibat pengelolaan masih terkendala infrastruktur teknologi dan SDM. Di samping itu, belum terbinanya kerja sama antarinstansi dalam mengakses data. Akibatnya, data kependudukan belum tersebar dengan mudah, cepat, dan tepat kepada instansi terkait sebagai modal perencanaan pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan. Padahal keberhasilan bonus demografi perlu didukung banyak pihak. Oleh karenanya, Hari mengusulkan, agar sosialisasi lebih gencar dilakukan dengan didukung kepala daerah, supaya pemanfaatan data lebih optimal.

Hadir sebagai narasumber, Dosen Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama), Triyuni Soemarsono, mengapresiasi hasil penelitian yang disuguhkan. Meski ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Seperti penyusunan rekomendasi yang akurat, di mana harus mampu menunjukkan aspek penting yang mesti dibenahi. Hal itu dibutuhkan agar Kemendagri atau pemangku kepentingan terkait, dapat melakukan intervensi kebijakan secara tepat. “Secara teknis seluruh pertanyaan penelitian dan tujuan sudah dijawab,” katanya. (MJA)

Join The Discussion