BEIJING — Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir memfokuskan pada riset reaktor nuklir dan pengembangan kereta cepat dalam menjalin hubungan kerja sama dengan China. “HTGR (reaktor nuklir multifungsi bersuhu tinggi dengan pendingin gas) ini yang sedang kami dalami untuk riset,” kata Menristekdikti Nasir di Beijing, Jumat (13/4) malam.
HTGR yang dikembangkan oleh China itu mampu menghasilkan energi listrik berkapasitas 200 megawatt sehingga dia tertarik untuk mengembangkan risetnya di Indonesia. “Laboratorium (reaktor nuklir) kita sudah ada di Serpong, Bandung, dan Yogyakarta. Tapi semua tidak menghasilkan energi, hanya menghasilkan isotop untuk bidang kesehatan dan pangan,” katanya.
Menurut Nasir, nota kesepahaman kerja sama di bidang pengembangan laboratorium reaktor nuklir dengan China itu sudah ditandatangani sejak dua tahun yang lalu. “Kemarin saat konferensi bidang inovasi dan teknologi, kerja sama itu juga kami tegaskan lagi,” ujar Nasir yang melakukan kunjungan kerja di China pada 12-15 April 2018.
Selain mengembangkan HTGR, dia menjelaskan, sampai saat ini China juga telah mengoperasikan 38 unit pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang masing-masing mampu menghasilkan energi listrik sebanyak 1.000 megawatt. Saat ini China juga sedang membangun 20 unit PLTN lagi yang diproyeksikan selesai pada 2020.
“Jadi pada 2020 China sudah punya 58 unit PLTN. Kalau setiap unit pembangkit mampu memproduksi 1.000 MW, maka China sudah punya 58.000 MW yang dihasilkan dari nuklir. Kita membangun 35.000 MW saja sampai sekarang tidak selesai-selesai,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Menristekdikti mendorong para mahasiswa Indonesia untuk mendalami bidang energi di China. “Di sini pembangkit sudah tidak lagi menggunakan air. Mereka sudah mulai menggunakan HTGR yang merupakan hasil pengembangan Tsingghua University,” katanya.
Angkutan massal
Di bidang transportasi massal, Menristekdikti menyatakan China juga fokus pada pengembangan kereta api cepat yang jaringannya tersebar di sebagian besar wilayah daratan Tiongkok. “Khusus kereta api cepat, mulai dari manajemen transportasi hingga komponen, Indonesia belum banyak pengalaman. Saya selalu sampaikan kepada Menko Maritim (Luhut Pandjaitan) yang mengoordinasikan kereta api cepat,” ujarnya.
Ia berharap Indonesia memiliki tenaga teknis di bidang perkeretaapian berkecepatan di atas 300 kilometer per jam yang sekarang sedang digarap China di jalur Jakarta-Bandung. Oleh sebab itu pula pihaknya mendorong sejumlah perguruan tinggi di Indonesia agar membuka program studi kereta cepat.
“Sekarang di Indonesia tidak ada nomenkelatur prodi. Saya bebaskan rektor membentuk prodi apa pun karena dunia pendidikan tidak bisa lagi menutup diri. Perguruan tinggi akan menjadi museum bukan sebagai pemikir perubahan kalau berpikiran sempit,” ujarnya.
Dalam kunjungan kerja ke China, Menristekdikti dan rombongan sempat bertemu pelajar asal Indonesia dengan didampingi Kuasa Usaha Ad-Interim KBRI Beijing Listyowati, Atase Pendidikan KBRI Beijing Priyanto Wibowo, dan Koordinator Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya KBRI Beijing Rukmini Setiati. Di Beijing, Menristekdikti juga menggelar pertemuan bilateral dengan Menteri Iptek China Wang Zhigang dan mengunjungi Tsinghua University setelah menghadiri pencanangan Tahun Inovasi ASEAN-China.
Setelah itu, Menristekdikti menuju Chengdu, Provinsi Sichuan, untuk mengungjungi Laboratorium Litbang Kereta Cepat di Xinan Jiaotong University. (IFR/Republika.com)