Dalam dua tahun ke depan, Indonesia bertekad sudah bisa memetakan segala potensi biodiversitas yang ada di perairan laut dalam di Laut Jawa bagian Selatan. Pemetaan tersebut menjadi yang pertama dalam sejarah penelitian biodiversitas laut di Indonesia. Untuk menyelesaikan penelitian tersebut, Indonesia bekerja sama dengan Singapura dengan menerjunkan masing-masing peneliti terbaiknya.
Dari Indonesia, pihak yang dilibatkan untuk bertugas di atas kapal penelitian Bharuna Jaya VIII tersebut, ditunjuk para peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sementara, pihak yang terlibat dari Singapura, adalah para peneliti dari National University Singapore (NUS) yang dipimpin langsung Peter Ng.
Peneliti Senior Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI Dwi Listyo Rahayu di Jakarta, akhir pekan lalu mengatakan, penelitian yang dilakukan dua negara itu, akan berfokus pada pencarian keragaman biota laut di bagian barat daya Pulau jawa. Penelitian difokuskan di kawasan itu, karena daerah tersebut selama ini tidak pernah dilibatkan dalam sebuah penelitian.
Untuk memetakan biodiversitas di laut dalam yang ada di kawasan tersebut, Dwi mengatakan, sebanyak 30 peneliti dari dua negara beserta para staf pendukung dari Indonesia akan ada di atas kapal dan melakukan aktivitas penelitian terhitung dari 23 Maret hingga 5 April 2018.
“Ini adalah eksplorasi biologis laut dalam terpadu pertama kali yang dilakukan di bagian laut Indonesia yang sebagian besar belum dijelajahi, khususnya di perairan Jawa,” ungkap Dwi.
Dwi melanjutkan, ekspedisi akan dimulai dari sekitar Selat Sunda ke arah timur menuju perairan Cilacap pada kedalaman 500 sampai 2.000 meter di bawah permukaan laut. Ekspedisi akan fokus untuk mengumpulkan sampel dari berbagai organisme laut alam yang biasanya sulit didapatkan seperti Crustacea (kepiting dan udang), Mollusca (kerang), Porifera (spons laut), Cnidaria (ubur-ubur), Polychaeta (cacing), Echinodermata (bintang laut dan bulu babi), dan ikan.
“Ekspedisi ini diharapkan menguak keanekaragaman jenis biota laut dalam di Palung Jawa, tidak hanya untuk ilmu kelautan tapi juga melihat potensi biota laut dalam untuk bahan pangan atau manfaat lainnya,” jelas Dwi.
Tak hanya itu, Dwi berharapmelalui ekspedisi tersebut, peneliti-peneliti muda diharapkan bisa melatih dirinya sendiri bersama peneliti-peneliti dari negara lain dalam melakukan pekerjaan taksonomi morfologi.
Head of the Lee Kong Chian Natural History Museum of the National University of Singapore Peter Ng pada kesempatan yang sama mengungkapkan, pelaksanaan ekspedisi yang pertama kali dilakukan di laut dalam perairan Jawa bagian selatan, menjadi penanda hubungan bilateral yang terjalin antara Indonesia dengan Singapura dalam 50 tahun terakhir.
“Selama ini belum pernah ada ahli biologi yang menjelajah di perairan tersebut. Oleh itu kami sangat bersemangat sekali untuk mengikuti ekspedisi ini dan mengungkap biota laut yang ada di dalamnya,” tutur dia.
Antusiasme yang sangat tinggi tersebut, menurut Ng, tidak lain karena dia yakin kalau Laut Jawa yang selama ini dikenal sebagai daerah tak berpenghuni manusia, memiliki kekayaan biodiversitas yang sangat tinggi. Tak hanya itu, dia yakin bahwa kekayaan itu hingga saat ini belum pernah dikaji dalam ilmu pengetahuan.
“Karenanya biodiversitas yang ada di dalamnya hingga saat ini masih belum banyak dikenal orang,” tandas dia.
Dengan segala misteri yang belum terpecahkan hingga sekarang, Ng menyebut bahwa mengungkap semuanya menjadi langkah yang penting dan itu bisa memahami kekayaan yang terkandung di dalamnya. Itu juga, sekaligus menjadi upaya untuk melindungi kekayaan yang ada dan mengeksplorasinya.
“Ini adalah pertama kalinya Singapura dan Indonesia menyelenggarakan ekspedisi keanekaragaman hayati laut dalam bersama-sama,” ucap dia.
Manfaat Ganda
Kepala P2O LIPI Dirhamsyah menjelaskan, ekspedisi laut dalam di perairan Jawa bagian Selatan tidak saja menjadi sejarah, tapi juga memberikan manfaat ganda bagi Indonesia. Selain untuk pengembangan ilmu kelautan, ekspedisi ini juga memberikan informasi kepada Pemerintah dan bangsa Indonesia tentang potensi sumber daya laut yang ada di sekitar perairan tersebut yang dapat dimanfaatkan.
“Ekspedisi ini merupakan ajang peningkatan kapasitas peneliti-peneliti muda Indonesia untuk memahami biota dan ekosistem laut dalam yang belum banyak diketahui oleh peneliti-peneliti Indonesia. Pada ekspedisi ini akan terlibat beberapa peneliti kelas dunia dari beberapa negara seperti Singapura, Perancis, dan Taiwan,” papar dia.
Secara garis besar, Dirhamsyah menjelaskan, ekspedisi akan dibagi dalam dua kegiatan besar. Pertama adalah kegiatan di atas kapal yang meliputi pengambilan sampel dengan peralatan seperti beam trawl dan epibhentic sledge, penanganan sampel, serta kompilasi data. Selanjutnya adalah kegiatan pasca ekspedisi yang meliputi penanganan lanjutan sampel, penyusunan laporan sementara, dan workshop.
Dalam melaksanakan proses pasca ekspedisi itu, Dirhamsyah menyebut, kedua negara memerlukan waktu sedikitnya selama dua tahun dan pada 2020 akan dilakukan diskusi dengan dunia berkaitan dengan hasil yang sudah didapat. Nantinya, akan ada lokakarya khusus yang mengungkap hasil penelitian dan membagikannya kepada dunia.