News

Mengolah Air Gambut Jadi Layak Minum

Dikutip dari gatra.com, sebagai ahli pengolah air, Dr. Ignasius Dwi Atmana Sutapa banyak bekerjasama dengan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) untuk mengolah air baku. Dalam pekerjaan itu, peneliti Pusat Penelitian Limnologi ini sering melakukan survey-survei ke daerah. Pada dekade 2000-an, dia melakukan survey di sejumlah daerah di Kalimantan. Saat beristirahat di hotel, alangkah terkejutnya melihat air di kamar mandi hotel berwarna gelap. Dia tahu itu air gambut. “Sebenarnya tidak sampai hati untuk menggunakan air itu. Mau tidak mau, air tidak layak itu dipakai untuk mandi, sikat gigi bahkan membuat the,” kisahnya.

Malam itu dia nyaris tidak tidur. Sepanjang malam otaknya berputar-putar. Di hotel saja, airnya seperti ini. Apalagi penduduk setempat di pinggiran. “Padahal air itu hak dasar, berarti harus disediakan pemerintah. Masyakat belum seluruhnya mendapatkan haknya. Sejak itu saya bertekad mencari cara menyelesaikan masalah ini,” katanya.

Mulai 2009 serius meneliti air gambut. Diawal perjalanannya itu, dia dihadang terbatasnya literatur tentang air gambut. Tidak banyak peneliti yang melakukan kerja ilmiahnya untuk air gambut. Ini mengirim pesan bahwa penelitiannya tidak akan mudah.

Dengan dukungan dana pemerintah, dia melakukan penelitian dari satu daerah ke daerah lain untuk memetakan karakteristik air gambut. Prosesnya berlanjut hingga mendesain instalasi pengolah air gambut (IPAG). Termasuk mendesain bahan tambahan seperti koagulan yang memerankan fungsi penting dalam proses pengolahan air. Seiring waktu, IPAG disempurnakan hingga bisa mengolah beragam air baku marjinal seperti air payau, air tercemar maupun air banjir.

Meskipun air gambut berbeda-beda tergantung bagaimana proses terbentuknya, secara umum air ini memiliki ciri sebagai berikut: warna coklat kehitaman, tingkat keasaman tinggi, mengandung senyawa organik dan non-organik, maupun mikroba. Jenis air ini masuk dalam golongan C atau D, dan tidak layak digunakan secara langsung untuk berbagai keperluan seperti mandi, mencuci, memasak, minum atau kegiatan sanitasi lainnya. Ketiadaan sumber air bersih memaksa masyarakat yang tinggal di wilayah gambut menggunakan air gambut secara langsung. Ini member dampak buruk pada kesehatan masyarakat.

Prinsip kerja IPAG diawali dengan proses pengondisian awal (pre-treatment) air baku menggunakaan beberapa jenis tanaman air seperti Myriophyllum sp.. Pre-treatment terbukti dapat meningkatkan kualitasnya. Sementara itu, air baku yang tercemar limbah domestik atau industri perlu ditingkatkan kualitasnya menggunakan metode lumpur aktif yang proses oksidasi material limbah organik dilakukan dengan bateri aerobik. Proses pre-treatment di lakukan di tangki pengendapan.

Selanjutnya adalah proses koagulasi dan flokulasi. Ini merupakan tahap penting dalam proses pengolahan air karena hampir sebagaian besar pemisahan air dan bahan pencemar terjadi dalam proses ini. Hasil penelitian yang dilakukan pria asal Gunung Kidul itu menunjukkan efektifitas dan efisiensi proses koagulasi dan flokulasi sangat dipengaruhi jenis koagulan, tingkat turbiditas (kekeruhan air) dan pH air baku, serta waktu tinggal dalam instalasi. “Dalam proses ini saya menggunakan kombinas koagulan aluminium sulfat dan Poly Aluminum Chloride,” terang alumni Institut National Polytechnique de Lorrainne, Nancy, Prancis.

Penyesuaian tingkat keasamanan pH dilakukan sebelum atau bersamaan dengan proses koagulasi dan menggunakan koagulan yang sesuai. Tangki koagulator dan tanki flokulator didesain sedemikian rupa agar proses pembentukan flok serta pengendapannya dapat berjalan secara efektif dan efisien dalam waktu kurang dari 30 menit dan dapat memisahkan air bersih dari sebagain besar bahan pencemar (fisika, kimia, biologi) dalam air gambut dengan efisiensi diatas 90 persen.

Proses selanjutnya adalah filtasi. Proses untukmenghilangan bahan pencemar dan partikel halus yang lolos dari tahap sebelumnya dilakukan mengunakan tangki filtrasi berkomposisi pasir silika beberapa ukuran dilengkapi dengan karbon aktif.

Tangki filter ini dapat bekerja lebih ringan karena sebagian besar bahan partikel pencemar telah diendapkan pada tahap sebelumnya sehingga frekuensi pencucian filter (back wash) dapat dikurangi.

Tahap akhir dari proses pengolahan air gambut menjadi air bersih/minum adalah menghilangkan bakteri pencemar yang mungkin masih ada dalam air produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir sebagian besar bakteri E.Coli dan Coliform yang ada dalam air gambut telah hilang selama proses flokulasi dan sedimentasi.

Dalam prosesnya, Dwi Atmana mengedepankan prinsip sederhana dan murah dalam pengoperasian IPAG serta biaya produksi dan perawatan yang relative murah. Berdasarkan karakteristik dan kebutuhan masyarakat yang tinggal dipedesaaan dengan jumlah penduduk relatif tersebar maka IPAG dibuat dengan kapasitas produksi air bersih 60 liter per menit (3,6 m3/jam) dapat memenuhi 400-500 jiwa perhari apabila dioperasikan selama 10 jam. Karena itu diberi nama IPAG 60.

Hasil uji kinerja dan reliabilitas menunjukkan bahwa IPGA60 dapat meningkatkan kualitas air gambut yang berasal dari lokasi berbeda secara signfikan. Dengan menggunakan metode assesment Storet, kualitas ari bersih yang diproduksi IPAG60 memiliki skor Storet total sama dengan nol dan diklasifikasikan dalam kelas A dengan status baik dan memenuhi standar.

Uji kemampuan IPAG 60 untuk mengolah air baku selain air gambut juga telah dilakukan. Tiga jenis air baku yang berasal dari SItu Cibuntu, Cibinong, Cikeas, Bogor, serat Sungai CIliwung Bogor dapat diolah menjadi air bersih dengan kualitas yang memenuhi baku mutu. Hal ini membuktikan IPAG60 memiliki kemampuan dan kehandalan untuk mengolah air bersih dari berbagai jenis air gambut ataupun air nongambut dengan status baik dan memenuhi standar berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan no 492/2010.

“IPAG 60 sudah digunakan di kabupaten Bengkalis, Riau dan Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Selanjutnya sedang disiapkan pemasangan instalasi di Membramo, Papua,” kata Dwi Atmanta lagi. Penelitian ini mengukuhkan dirinya menjadi Profesor Riset LIPI pada 19 Agustus lalu.

Join The Discussion