JAKARTA- Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri (BPP Kemendagri), melalui Puslitbang Otonomi Daerah, Politik, dan Pemerintahan Umum (Otda Pol-PUM) menggelar forum pembahasan hasil kajian indeks kepemimpinan kepala daerah, di Aula BPP Kemendagri, Jumat (15/11). Forum itu melibatkan sejumlah pihak, baik dari internal BPP Kemendagri maupun sejumlah pihak terkait. Hadir pula mantan Kepala BPP Kemendagri, Affriyadi S. Hasibuan, sebagai orang yang turut terlibat dalam penyusunan indeks tersebut.
Plt Kepala Puslitbang Otda Pol-PUM, Achmad Jani Rivai Yusuf, menyebutkan kajian itu merupakan tugas lanjutan dari kepemimpinan periode sebelumnya, dan menjadi kebutuhan mendesak untuk segera diselesaikan. Dirinya optimis, dapat merampungkan tugas tersebut. Kajian itu juga menjadi bahan masukan untuk menyusun Permendagri, sebagai payung hukum indeks penilaian kepemimpinan kepala daerah, yang muaranya sebagai landasan pemberian penghargaan. “Saya yakin teman-teman yang ada di sini mampu menyelesaikan,” ujar Jani.
Ketua Tim Peneliti, Arif Sulasdiyono, memaparkan dua konsep penilaian indeks kepemimpinan kepala daerah. Forum itu untuk menemukan sekaligus menentukan formula yang tepat dalam mengukur indeks kepemimpinan kepala daerah.
Arif menjelaskan kedua konsep penilaian indeks yang saat ini dikantongi lengkap dengan sejumlah variabelnya. Dalam paparan itu, Arif juga memaparkan rancangan Permendagri yang bakal menjadi payung hukum indeks penilaian kepemimpinan kepala daerah. Dirinya terbuka terhadap berbagai masukan, baik konsep pengukuran indeks maupun rancangan Permendagri. “Mana yang terbaik Bapak Ibu sekalian, kami membutuhkan masukan dan tanggapan,” tutur Arif.
Merespons paparan Arif, para peserta memberikan masukan terkait isu yang sedang dibahas. Kepala Bidang Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Gatot Tri Laksono, menyarankan agar rancangan Permendagri tersebut segera diproses untuk disahkan. Sebab, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sudah memberikan peringatan untuk segera diselesaikan.
Selain itu, terkait metode pengukuran indeks, menurut Gatot tidak perlu dimasukkan ke dalam Permendagri. Sebab, indeks sebagai alat ukur bersifat dinamis dan berkembang sesuai dengan kebutuhan. Oleh karenanya, metode pengukuran itu, cukup menjadi pedoman teknis setelah payung hukum terbit. “Saran saya Permendagri itu dibuat simpel, dan terkait indeks pengukuran menjadi petunjuk teknis atau pedoman pelaksanaan,” ujar Gatot.
Gatot juga menyarankan, agar Puslitbang Otda Pol-PUM dapat berkoordinasi dengan Puslitbang Pembangunan dan Keuangan Daerah yang saat ini juga tengah membangun indeks pengelolaan keuangan daerah. “Mereka sudah running draf Permendagrinya hampir selesai,” katanya.
Sementara itu, Affriyadi mengamini jika Permendagri memuat hal-hal yang sederhana. Artinya, indeks penilaian itu termuat dalam lampiran. Namun, lanjutnya, ketidaktahuan indikator penilaian yang digunakan juga akan membingungkan penyusunan Permendagri. “Kalau saran saya kita buat dulu indikatornya itu, lalu kita susun Permendagri secara simpel,” tutur Affriyadi. Menurutnya, pada rancangan Permendagri sudah tertera beberapa poin yang dibutuhkan. Hanya saja perlu menghapus beberapa poin yang dibutuhkan dan juga menentukan metode pengukuran yang digunakan. (MJA)