JAKARTA – Salah satu kekhawatiran masyarakat terhadap penggunaan bahan bertenaga nuklir adalah limbah radioaktif. Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) menjelaskan bahwa limbah radioaktif dihasilkan dari berbagai aktivitas proses, dari sejak penambangan di alam, pengolahan hingga penggunaannya, untuk berbagai tujuan.
Pada tahap penambangan limbah, radioaktifnya dapat berupa bahan sisa proses pemisahan antara unsur radioaktif dengan unsur lain yang tidak dikehendaki atau unsur ikutan.
“Limbah yang dihasilkan pada tahap tersebut masih dalam kategori aktivitas rendah,” ujar Kepala Batan, Djarot Sulistio Wisnubroto di Universitas Indonesia, Salemba, Rabu, 5 Oktober 2016.
Limbah radioaktif dalam kategori aktivitas sedang, lanjutnya, dihasilkan pada tahap pengolahan bahan nuklir dari bahan baku menjadi bahan siap pakai, dan bahan lain yang terkontaminasi unsur radioaktif yang sudah tidak digunakan lagi.
Sedangkan limbah dengan aktivitas tinggi dihasilkan dari bahan bakar bekas reaktor, sumber radioaktif bekas, dan bahan/peralatan yang terkontaminasi bahan radioaktif dengan aktivitas tinggi.
Djarot mengatakan, di Indonesia, limbah radioaktif dihasilkan dari aktivitas penelitian, pengembangan (litbang) dan pemanfaatan bahan nuklir yang dilakukan Batan dan lembaga litbang lainnya, industri pertambangan, industri baja, industri kimia, industri farmasi, industri kosmetik dan kegiatan di rumah sakit yang terkait dengan pemeriksaan medis dan terapi penyakit.
Jumlah pemegang izin penggunaan unsur radioaktif dan izin pengoperasian instalasi nuklir di Indonesia saat ini sudah mencapai lebih dari 7 ribu.
“Seluruh pemegang izin tersebut berpotensi menghasilkan limbah radioaktif. Limbah yang tidak diolah dan dibuang sembarangan akan menyebabkan kontaminasi atau pencemaran terhadap pekerja, lingkungan dan masyarakat yang berada di sekitarnya,” jelas Djarot.
Berdasarkan wujud atau bentuknya, diklasifikasi menjadi 3 jenis limbah radioaktif, yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas. Sedangkan berdasarkan aktivitasnya limbah radioaktif dikelompokkan menjadi limbah aktivitas rendah, sedang dan aktivitas tinggi. Bentuk dan tingkat aktivitasnya sangat menentukan dalam pemilihan proses pengolahan, bahan pengemas dan lokasi penyimpanannya.
Batan sendiri, kata Djarot, sebagai lembaga litbang telah berhasil mengembangkan teknologi yang secara efektif dapat digunakan untuk pengolahan limbah radioaktif. Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Batan adalah satu-satunya institusi di Indonesia yang secara khusus ditugasi untuk mengolah dan menyimpan limbah radioaktif yang dihasilkan dari aktivitas industri, rumah sakit dan litbang.
Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama para penghasil limbah radioaktif, baik dari kalangan industri, rumah sakit dan lembaga litbang, Batan secara intensif melakukan sosialisasi tentang pentingnya pengelolaan dan pengolahan limbah radioaktif.
Tujuannya adalah menjamin agar limbah radioaktif dapat dikelola, diolah dan disimpan dengan baik dan melindungi manusia dan lingkungan dari pengaruh radiasi. Sosialisasi dilakukan secara proaktif dengan mendatangi para produsen limbah radioaktif, penyebaran informasi melalui internet, juga melalui jalur offline lainnya. (IFR)