Dikutip dari tempo.co, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengundang pimpinan sembilan partai politik yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat ke kantornya pada hari ini, Rabu, 8 Januari 2020. Salah satu yang dibahas adalah terkait Pilkada.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan, dalam pertemuan itu Tito memaparkan ihwal gagasan penataan sistem partai politik dan pemilu.
Salah satu yang dibahas ialah perubahan sistem pemilihan kepala daerah (pilkada). “Itu dipaparkan, kemudian kami respons,” kata Arsul seusai pertemuan di kantor Kemendagri, Jakarta, Rabu, 8 Januari 2020.
Arsul mengatakan perubahan sistem Pilkada ini perlu karena tingginya biaya dan korupsi politik. Dalam pertemuan tadi, kata dia, ada tiga hal yang dibahas. Pertama, Pilkada tak langsung di tingkat gubernur. Alasannya, pemerintahan provinsi dianggap sebagai kepanjangan pemerintah pusat. Rezim otonomi daerah pun berbasis di kabupaten atau kota.
Yang kedua, pilkada langsung dilakukan secara asimetris. Arsul mengatakan, ukuran asimetris ini bisa merujuk pada hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Adapun yang ketiga adalah keharusan bagi calon kepala daerah untuk lulus sekolah politik, misalnya yang diselenggarakan oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas). Sekolah politik itu berisi wawasan kebangsaan, pengetahuan sistem pemerintahan, sistem politik, dan administrasi pemerintahan.
Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Mustafa Kamal juga mengatakan bahwa Tito mengajak partai-partai mengkaji perubahan sistem pilkada. Mustafa mengatakan dia meminta bahan kajian dari LIPI ihwal pilkada asimetris yang dipaparkan Tito untuk dibahas di internal partai.
“Beliau sebagai mantan Kapolri kan, menjiwai persoalan-persoalan pilkada di seluruh Indonesia. Beliau kan istilahnya mendapatkan residu demokrasi yang ditangani kepolisian, kasus hukum, kerusuhan yang terjadi, dampak-dampak sosial,” kata Mustafa.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar tak membantah atau membenarkan bahwa Tito mengajak partai-partai mengkaji perubahan sistem pilkada. Menurut dia, mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia itu mengumpulkan partai-partai untuk menggalang masukan terkait sistem partai politik dan pemilu di Indonesia.
“Intinya berdialog, bersilaturahim, saling membagi pikiran, saling membagi gagasan, mungkin termasuk juga hal-hal yang terakhir ini,” ujar Bahtiar secara terpisah.
Namun, Bahtiar menyampaikan gagasan agar sifat asimetris tidak hanya diterapkan dalam sistem pilkada, melainkan bangunan sistem pemerintahan daerah itu sendiri. Misalnya, struktur dinas disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik di setiap wilayah. “Kenapa tidak kita bangun yang lebih sederhana? Ngapain ada dinas kehutanan di tempat yang tak ada hutannya?” kata dia mencontohkan.