Jakarta, – Kementerian Dalam Negeri punya pekerjaan rumah menumpuk. Pekerjaan terbesar terkait perbaikan akuntabilitas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan pemerintah daerah di Indonesia.
Hal itu disampaikan Tjahjo saat berbincang-bincang dengan wartawan Kompas Gramedia Grup di kantor Redaksi Kompas TV, Jumat (14/11/2014) sore. Tjahjo menilai bahwa persentase akuntabilitas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan pemerintah daerah sangat kecil.
“Saya buka ke KPK. Saya bilang, ‘Mohon maaf, saya masuk ke Kemendagri, hanya 33 persen laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah yang benar. Sisanya ya, enggak jelas semua’,” ujar Tjahjo.
Tjahjo menyebut mark up dan penghamburan anggaran ada di mana-mana. Dia mencontohkan, setiap hari anggota DPRD dari sejumlah provinsi hingga kabupaten datang untuk merumuskan peraturan daerahnya. Inti kedatangan mereka bukan jadi persoalan. Yang menuai masalah adalah ketika anggota DPRD datang dengan jumlah banyak. Apalagi mereka menginap di hotel mewah hingga berhari-hari di Jakarta.
“Kadang-kadang urusannya sepele. Misalnya, mereka minta pertimbangan apakah perlu ada kata ‘provinsi’ di perda. Misalnya, ‘Provinsi DIY’ atau ‘DIY’ saja,” kata Tjahjo sembari geleng-geleng kepala.
Dugaan penggelembungan anggaran itu, kata Tjahjo, ada dalam biaya operasional para pegawai negeri sipil (PNS). Misalnya dalam rapat di hotel-hotel mewah, penggelembungan biaya operasional hingga pengadaan mobil dinas dan lain-lain. “Bayangkan saja, ada kepala daerah yang biaya pemeliharaan mobil dinasnya sampai Rp 300 juta,” ujar Tjahjo.
Tjahjo menegaskan bahwa pemerintah saat ini sedang berhemat. Salah satu yang telah dilakukan adalah meniadakan pengadaan mobil dinas bagi PNS golongan tertentu. Dia juga tengah memperketat anggaran bagi pemerintah daerah agar efektif dan efisien.
Sumber : www. kompas.com