Dikutip dari medcom.id, Founder Alvara Research Center Hasanudiin Ali menyampaikan mahasiswa menjadi sasaran empuk untuk disusupi radakalisme. Sebab, mahasiswa cenderung labil dan memiliki sifat ingin tahu yang tinggi.
“Rasa keinginan tahunya beragam, kemudian juga semangat keberagamannya besar, jadi ini perlu diperhatikan,” ujar Hasan dalam seminar Himpunan Organisasi Perguruan Tinggi Negri (HIMPUNI) Radikalisme di Kalangan Mahasiswa, di DPP IKA Undip, Jalan Lembang, Jakarta Pusat, Senin, 5 Agustus 2019.
Hasan melihat paham radikal masuk melalui berbagai cara, yang paling sering terjadi melalui pengajian di masjid kampus. Hal tersebut terjadi pada mahasiswa baru yang tengah aktif-aktifnya dilingkungan kampus.
“Biasanya di masjid kampus yang disasar mahasiswa baru, di sana melakukan penetrasi dan ajaran keagamaan melawan negara yang dilakukan kepada mahasiswa baru,” tuturnya.
Radikalisme juga tersebar melalui media kampus berbasis pamflet yang dibagikan secara cuma-cuma. “Selebaran media kampus menjadi transmisi kegamaan oleh mereka,” tambahnya.
Lebih lanjut, Hasan menyampaikan bedasarkan penelitian yang ia lakukan terhadap 1800 responden di 23 kampus di Indonesia, bidang keilmuan eksakta menjadi paling rentatan disusupi radakalisme, dibandingkan dengan ilmu sosial. Hal tersebut dipengaruhi perbedaan pemikiran yang terjadi pada mahasiswa di kedua bidang imu tersebut.
“Cara berpikir orang eksakta itu biner, salah dan benar paling mudah dimasuki paham radikal beda dengan humaniora sudah terbiasa berdiskusi berbagai aliran pemikiran,” pungkasnya.
Sementara itu bedasarkan penelitian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIn) pada 2017, di 15 provinsi terdapat 39 persen mahasiswa Indonesia terpapar radikalisme. Mayoritas dari prodi eksakta dan kedokteran yang setuju untuk melakukan jihad menegakan daulah islamiyah atau kilafah