News

LIPI Cermati Penurunan Fungsi Hutan di Malinau Kalimantan Utara

BOGOR – Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon 29% pada 2030. Sebagian besar penyebab emisi saat ini berasal dari hilangnya hutan dan degradasi. Inilah yang dicermati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), salah satunya di wilayah Malinau, Kalimantan Utara.
 
“Penurunan fungsi hutan menjadikan momen untuk perbaikan dalam hal manajemen hutan bagi kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Akan tetapi, ada juga risiko bahwa perubahan iklim bisa memperburuk emisi melalui kekeringan dan pembakaran hutan,” ungkap Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Enny Soedarmonowati pada Workshop yang bertajuk “Konservasi Hutan di Indonesia: Quo Vadis Keanekaragaman Hayati”, Senin (13/11), di Gedung Konservasi Kebun Raya Bogor LIPI, Kota  Bogor, Jawa Barat.
 
Sementara terkait penurunan fungsi hutan di wilayah Malinau, LIPI mencermati dan melakukan penelitian tentang hal tersebut sebagai bagian dari penelitian program Insentif Penelitian Sistem Inovasi Nasional (Insinas) Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti). Malinau menjadi lokasi dari penelitiannya, dimana kegiatannya meliputi penelitian plot permanen Stasiun Penelitian Center for International Forestry Research (CIFOR) dan plot penelitian lainnya di wilayah PT Inhutani II, Malinau.
 
Program Insinas ini melibatkan LIPI melalui Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya bekerja sama dengan Universitas Leeds Inggris melalui Newton Fund. Kedua institusi itu melaksanakan kegiatan penelitian yang berjudul “Assessing Indonesia’s Logged Forests In A Changing Climate”.  
 
Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya LIPI, Didik Widiyatmoko mengatakan, kegiatan Insinas diharapkan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan, sumber daya manusia dan jaringan iptek dari lembaga litbang dalam bidang prioritas spesifik kehutanan yang berkaitan dengan pemanasan global. Kemudian, Insinas menyasar Malinau karena wilayah ini bagian dari Pulau Kalimantan sebagai daerah dengan hutan produksi lebih dari 10 juta hektar dan daerah penghasil kayu terbesar di Indonesia, sehingga memiliki konsekuensi yang sangat besar terhadap kemampuan penyerapan karbon.
 
Untuk kegiatan Insinas kali ini, kegiatan penelitian tersebut selain diikuti peneliti LIPI juga ada peneliti-peneliti dunia lainnya, seperti dari Universitas Leeds Inggris, Centre International de Recherche Agronomique pour le Développement (CIRAD) Perancis,  World Wide Fund for Nature (WWF) Malinau, dan CIFOR.  Para peneliti ini berupaya melihat kemampuan penyerapan karbon dalam jangka panjang dari hutan produksi Dipterokarpa dan ketahanannya pada kekeringan panjang, menentukan perkiraan stock karbon dan rekomendasi untuk melindungi/meningkatkan fungsi hutan sebagai penyerap karbon serta upaya pembalakan berdampak rendah (Reduce-Impact Logging/RIL).
 
Sementara itu untuk kegiatan workshop tentang konservasi hutan, kegiatan ini fokus untuk membahas hasil penelitian sejauh mana dampak pembukaan lahan hutan terhadap perlindungan keanekaragaman hayati  di Indonesia. Apalagi pembukaan hutan dengan cara pembakaran untuk perkebunan berlangsung dengan tidak terkendali. Konservasi tumbuhan merupakan salah satu jawaban dan tindakan riil yang harus kita lakukan secara bersama-sama.
 
Workshop tersebut menghadirkan berbagai pembicara yang mumpuni dari LIPI, antara lain para peneliti senior seperti Kuswata Kartawinata, Rochadi, Tukirin Partomihardjo, dan juga peneliti muda bidang hayati dari Kebun Raya Purwodadi LIPI, Sugeng Budiharta. Workshop yang berlangsung selama dua hari (13-14 November 2017) ini juga menghadirkan pembicara dari institusi terkait yaitu Ismayadi (Badan Litbang Kehutanan Kementerian LHK) dan Hari Priyadi (Peneliti CIFOR)

Join The Discussion