JAKARTA – Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir mengungkapkan daya saing riset Indonesia di tataran internasional menurun, dari 2015 dibandingkan 2016. Pada 2015, peringkat daya saing riset Indonesia berada di angka 37, setahun kemudian melorot ke angka 41.
Nasir mengatakan, penyebab penurunan daya saing itu bukan karena kualitas riset peneliti Tanah Air maupun pendanaan riset.
“Korupsi yang menyebabkan perkembangan daya saing riset turun,” ucap Nasir saat ditemui di Gedung Kemenristekdikti Jakarta, Jumat 6 Januari 2017.
Korupsi tersebut, ujar Nasir, dilakukan oleh oknum di Perguruan Tinggi yang bertindak sebagai pelayanan. Maka dari itu, Nasir menyatakan, saat ini Kemenristekdikti telah membentenginya dengan sistem berbasis online secara keseluruhan.
“Dengan online, harapannya tidak ada komunikasi dengan petugas pelayanan,” kata Nasir.
Nasir mengungkapkan dari hasil penelitian Scopus, pada 2016 Indonesia di peringkat keempat di Asia, dengan jumlah 9.457 jurnal. Peringkat tertingginya adalah Malaysia, dengan jumlah jurnal terindeks Scopus mencapai 22.744 jurnal.
Kemudian, dari segi riset yang dipatenkan untuk area Asia, Indonesia berada di peringkat kelima, dengan jumlah kumulatif dari 2015 dan 2016 mencapai 1.960 paten. Malaysia dalam kategori ini masih menjadi yang tertinggi diikuti oleh Fipilina. (IFR/Vivanews.com)