REPUBLIKA.CO.ID, SOLO — Pengelola jurnal ilmiah di perguruan tinggi sebaiknya lebih fokus. Tanpa fokus bekerja, tidak mudah membawa jurnalnya itu menuju lebih baik seperti terakreditasi internasional atau nasional.
“Setelah fokus, baru tetapkan panduan menulis artikel secara jelas dan konsisten mulai dari judul, abstrak, pendahuluan, metode, hasil, diskusi dan pembahasan, referensi, tabel dan gambar dan ucapan terima kasih,” kata Dr. Puji Lestari, Editor in Chief Jurnal Komunikasi ASPIKOM.
Pandangan itu disampaikan Puji pada workshop tata kelola jurnal ilmiah yang digelar di Fisip Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, (5/4). Kegiatan tersebut diikuti sedikitnya 35 peserta dari berbagai perguruan tinggi penyelenggara program studi ilmu komunikasi di Indonesia. Acara terkait merupakan kali ketiga diselenggarakan APJIKI. Sebeum acara serupa digelar di Universitas Pancasila, Jakarta dan Universitas Telkom, Bandung.
Dalam keterangan tertulis Aspikom disebutkan, workshop yang dibuka Kaprodi Ilmu Komunikasi UNS, Sri Hartjarjo, PhD itu bertujuan meningkatkan wawasan tentang manajemen pengelolaan jurnal ilmiah di perguruan tinggi secara profesional.
Rama Kertamukti, MSn Editor in Chief Jurnal Profetik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam kesempatan yang sama menyinggung tata kelola publikasi jurnal ilmiah menuju indeksisasi DOAJ.
Indeksisasi DOAJ sangat penting bagi peningkatan reputasi jurnal ilmiah perguruan tinggi. Untuk menuju indeks DOAJ, pengelola jurnal harus memenuhi semua alur persyaratan teknis maupun nonteknis yang ditetapkan. “Kami mendorong para pengelola jurnal khususnya yang tergabung dalam APJIKI agar memproses jurnalnya menuju indeksisasi DOAJ bagi yang belum terindeks,” katanya.
Dr. Hanny Hafiar, Editor in Chief Jurnal Kajian Komunikasi FIKOM Universitas Padjajaran Bandung, menilai para pengelola jurnal perlu memperhatikan syarat sebuah jurnal ilmiah agar bisa diakreditasi Dikti.
Diantaranya memperhatikan soal status Online Journal System (OJS), berbasis teknik sitasi dengan aplikasi, editor yang diutamakan pernah terindeks Scopus. “Ini semua muaranya pada penilaian. Semakin tinggi poin nilai yang diberikan Dikti, maka jurnal terkait semakin berpotensi berstatus terakreditasi,” katanya.
Dalam mengelola jurnal perlu kiat khusus agar status akreditasi nasional oleh Dikti bisa segera tercapai. Menurut Editor in Chief Jurnal ISKI, Dr. Rajab Ritonga, hal itu bisa dilakukan dengan manfaatkan proseding dari kanal Call for Paper untuk membantu mengakselerasi capaian sitasi jurnal. Pola lain adalah belajar dari pengalaman dan model jurnal lain yang telah terakreditasi untuk diterapkan sesuai kondisi jurnal yang dikelola.