Dikutip dari validnews.id – Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengakui bila ada beberapa hal yang menyebabkan Indonesia sampai saat ini tak memiliki produk nasional yang mendunia.
“Banyak persoalan kenapa kita belum memiliki nation brand yang mendunia, di antaranya keterbatasan dalam berbagai hal terkait riset,” kata Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati, seperti dikutip Antara, Rabu (17/7).
Dimyati menambahkan, keterbatasan itu meliputi sumber daya, kegiatan riset, pendanaan, hingga peneliti yang belum terintegrasi. Selama ini, ia menilai riset yang dilakukan oleh peneliti di Indonesia cenderung dikerjakan secara pribadi tanpa melibatkan pihak lain.
Langkah untuk melakukan riset tanpa menggaet pihak lain itu dipandang kurang tepat. Pasalnya, untuk menghasilkan sebuah hasil riset atau produk yang berbasis brand nasional, maka peneliti harus saling bekerja sama atau keroyokan sehingga hasil risetnya lebih baik.
Ia menekankan, produk-produk yang telah mendunia merupakan hasil riset yang dilakukan oleh banyak orang dan bukan individu. Langkah itu pun dinilai sudah teruji.
“Bahkan nobel juga dihasilkan dari keroyokan peneliti,” ungkapnya.
Oleh karena itu, lanjut Dimyati, ke depannya ia mendorong para peneliti agar bekerja sama sehingga mampu menghasilkan sebuah hasil riset yang menjadi brand nasional.
Sebenarnya, pemerintah telah mengeluarkan peraturan agar peneliti bisa menghasilkan brand nasional. Aturan tersebut termaktub dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 tahun 2018 yang menjelaskan mekanisme riset.
Terkait masih tingginya penggunaan inovasi dari luar, ia menilai hal tersebut bentuk dari sikap masyarakat Indonesia kurang menghargai diri sendiri. Padahal, berbagai produk yang dihasilkan melalui riset dalam negeri belum tentu kalah.
“Berbagai hasil riset yang dijadikan sebagai produk dalam negeri tersebut belum tentu kalah bersaing dengan produk dari luar negeri,” pungkasnya.
Soal riset, pemerintah menganggarkan dana riset sebesar Rp26 triliun pada tahun 2019. Sayangnya, angka tersebut termasuk salah satu anggaran riset terkecil di Asia. Dana riset tersebut sebagian besar bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yakni sebanyak 81%.