News

Kemendagri Tunggu Usulan Pemberhentian Bupati Gunung Mas

Jakarta – Kementerian Dalam Negeri menunggu usulan penonaktifan Bupati terpilih Gunung Mas Hambit Bintih dari Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang untuk dikeluarkan surat keputusan pemberhentian sementara.

Kementerian Dalam Negeri menunggu usulan penonaktifan Bupati terpilih Gunung Mas Hambit Bintih dari Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang untuk dikeluarkan surat keputusan pemberhentian sementara. Direktur Fasilitasi Kepala Daerah, DPRD, dan Hubungan Antar-Lembaga Ditjen Otonomi Daerah, Dodi Riyadmadji, di Jakarta, Rabu, mengatakan pihaknya sudah memperoleh nomor registrasi perkara Hambit Bintih dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. “Kami sudah mendapat nomor registrasi perkaranya dan saat ini sedang kami proses untuk dikirim ke Gubernur Kalteng,” katanya. Sementara itu, Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan pihaknya akan segera mempersiapkan SK pemberhentian sementara Hambit Bintih begitu surat usulan dari Gubernur Kalteng diterima di Kemendagri. Pelantikan Bupati dan Wakil BUpati Gunung Mas akan dilakukan setelah usulan pemberhentian tersebut disampaikan ke Mendagri dan SK penonaktifan diterbitkan. “Pelantikan tetap menunggu nomor registrasi itu, biar sekaligus kita serahkan SK pemberhentian sementara setelah dilantik,” katanya. SK pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati Gunung Mas sendiri sudah dikeluarkan Mendagri berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi atas sengketa Pilkada di Kabupaten tersebut. Mendagri menyarankan agar upacara pelantikan dan pemberhentian Hambit Bintih sebagai Bupati Gunung Mas dapat dilakukan pada saat yang bersamaan, sehingga tidak mengganggu proses hukum yang berjalan. “Saya menyarankan Gubernur untuk membicarakan hal itu baik-baik kepada Pengadilan, supaya bisa meminjam sebentar untuk dilantik dan diberhentikan saat itu juga,” kata Gamawan. Hambit menjadi terdakwa atas kasus dugaan suap terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Dia didakwa pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang memberikan sesuatu kepada hakim untuk mempengaruhi putusan perkara dengan ancaman penjara 3-15 tahun dan denda Rp150 juta-Rp750 juta.

Sumber :www.Antaranews.com