News

Kemendagri: Ruu Pilkada Baru Selesai Maret

Pekanbaru, 28/1 (Antara) – Kementerian Dalam Negeri menyatakan Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum Kepala Daerah yang saat ini masih disusun, akan selesai pada Maret mendatang, sebagai konsekuensi atas putusan Mahkamah Konstitusi.

“Belum, ancar-ancar pada bulan Maret atau sebelum tanggal 6 Maret sudah keluar RUU Pilkada yang baru. Insya Allah,” kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan di Pekanbaru, Selasa.

Djohermansyah yang juga Pejabat Gubernur Riau itu, mengatakan saat ini RUU Pilkada yang baru masih dalam pembahasan Panitia Kerja (Panja) Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta.

Menurut dia, akan ada masa transisi pertama yakni pemilu kepala daerah terjadi pada 2015 untuk daerah-daerah di Indonesia dengan masa jabatan kepala daerah yang berakhir jabatannya pada 2015 dan 2016 sekitar 240 kepala daerah.

Kemudian pada masa transisi kedua untuk daerah-daerah dengan masa jabatan berakhir tahun 2017 sampai 2019 yang berjumlah sekitar 250 kepala daerah serta pilkada baru dilakukan pada tahun 2018.

“Setelah itu, baru pelaksanaan pilkada dilansungkan secara serentak untuk semua daerah di Indonesia,” katanya.

Pada tahun 2019 hanya ada dua kali pemilu dalam kurun waktu lima tahun yakni pemilu anggota legislatif dan pemilu presiden yang proses pelaksanaan disatukan serta pelaksanaan pilkada mulai tahun 2020.

“Pilkada serentak semuanya mulai dari pemilihan gubernur, bupati/wali kota se-Indonesia hanya satu kali saja dan dimulai pada bulan Juli 2020,” ucap Djohermansyah lagi.

Pengamat politik Siti Zuhro akhir pekan ini menyatakan, pemilihan umum kepala daerah serentak memerlukan proyek percontohan untuk mengetahui kesiapan masing-masing daerah dalam pelaksanaan.

“Memang perlu ada ‘trial’ dan ‘error’ soal pilkada. Kita ada 34 provinsi, maka silahkan serentak dulu masing-masing (provinsi) itu baru kemudian diserentakkan seluruhnya,” katanya.

Siti yang juga Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu mengatakan jika penyelenggaraan pilkada langsung dilakukan serentak di seluruh daerah Indonesia, maka risiko konflik pasca-pilkada akan terjadi secara masif.

“Ketika pilkada dilakukan serentak di seluruh daerah, maka nanti konfliknya juga akan serentak, juga sengketa. Maka perlu ada test case, per provinsi dulu baru diserentakkan di level nasional dan lokal,” tambahnya.

Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji material Undang-undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden terkait pelaksanaan pemilu serentak pada 2019 dan seterusnya.

Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 Undang-undang Pilpres bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.