JAKARTA – Pelaksana Harian (Plh) Kepala Badan Litbang Kemendagri, Eko Prasetyanto Purnomo Putro meminta Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjabat sebagai pejabat fungsional agar berperan menjadi pelopor dalam mengatasi permasalahan birokrasi. Para ASN tersebut diharapkan mampu menjadi pemecah berbagai persoalan publik dengan selalu meningkatkan kompetensi dan senantiasa proaktif untuk menyelesaikan masalah.
“Pejabat fungsional diharapkan mampu memberikan energi dan dorongan bagi lahirnya kebijakan-kebijakan yang berkualitas, serta terciptanya berbagai inovasi dalam peningkatan pelayanan publik, reformasi tata kelola, dan kualitas penyelenggaraan urusan pemerintahan,” ujarnya pada acara Seminar Membangun Strategi Kebijakan melalui Optimalisasi Jabatan Fungsional, Rabu, 22 Desember 2021.
Eko menyadari, saat ini organisasi pemerintahan tengah menghadapi tantangan era disrupsi. Tantangan itu menjadikan persaingan pelayanan tidak lagi linier, melainkan datang dari berbagai sisi. Tak hanya itu, dampak fenomena tersebut juga mengakibatkan terjadinya perubahan signifikan di segala sektor pelayanan publik, sehingga dibutuhkan cara-cara tak biasa dalam melalui hambatan tersebut.
“Organisasi pemerintahan baik di pusat maupun daerah, (hendaknya) senantiasa terus melakukan berbagai penyesuaian. Di antaranya, transformasi jabatan struktural ke jabatan fungsional, yang juga diarahkan dalam rangka perampingan struktur, sekaligus sebagai upaya peningkatan kinerja organisasi pemerintahan,” tambahnya.
Senada dengan itu, Statistisi Ahli Utama Badan Pusat Statistik (BPS), Sentot Bangun Widoyono mengungkapkan, era disrupsi pada saat ini menjadi hal yang tak terelakkan lagi. Hal itu, kata dia, dapat dijumpai oleh munculnya tanda-tanda perubahan fundamental yang terjadi di berbagai sektor, yakni industri, demografi, Covid-19, dan perubahan iklim. Karena itu, pejabat fungsional, terutama statistisi, perlu segera meningkatkan kompetensinya.
Ia menekankan, berbagai peningkatan tersebut dapat diperoleh dari berbagai upaya, salah satunya melalui kemampuan menulis karya ilmiah. Menurut Sentot, skill tersebut sangat dibutuhkan guna membantu memahami filosofi dari data yang dihasilkan ASN jabatan fungsional statistisi. Karenanya, ke depan kompetensi tersebut diharapkan tidak hanya sekadar difungsikan guna memenuhi angka kredit. Melainkan, sebagai bentuk pengembangan ilmu dan teknologi sesuai dengan regulasi yang telah diatur. “Tantangan ke depannya, statistisi harus mampu menyajikan data dan fakta kepada masyarakat intelektual (ilmiah) dalam bentuk publikasi ilmiah,” terangnya.
Lebih lanjut, Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Adminstrasi Negara, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (LAN-RI), Tri Widodo W. Utomo mengatakan hal yang sama. Menurutnya, pejabat fungsional khususnya analis kebijakan, memerlukan penguatan kompetensi. Di antaranya, kompetensi klasikal dan kompetensi non klasikal. Dalam kompetensi klasikal, analis kebijakan diberikan penekanan ihwal pembelajaran tatap muka di dalam kelas. Sedangkan non klasikal, para aparatur tersebut diberikan pemahaman mengenai proses pembelajaran praktik kerja yang menekankan proses transfer pengetahuan di luar kelas.
“Karena itu, saran bagi bidang kepegawaian atau SDM agar melakukan analisis kesenjangan kompetensi, mempersiapkan kebutuhan peta jabatan bagi analis kebijakan, serta menyusun rencana dan pengembangan kompetensi karier analis kebijakan guna meningkatkan kualitas kebijakan sesuai bidang tugas instansi,” pungkasnya.