SURABAYA – Pemahaman dalam berinovasi dinilai banyak pihak merupakan sesuatu yang sulit dan harus digital atau elektronik. Selain itu, masih banyak yang menganggap inovasi itu rumit, mahal, dan harus canggih. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri (Litbang Kemendagri), Agus Fatoni menyampaikan, “Inovasi itu tidak sulit, tidak rumit, tidak harus dengan biaya yang besar, tidak harus digital dan tidak harus elektronik.” Hal tersebut disampaikan ketika menjadi narasumber Kegiatan Orientasi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama dan Sekretaris Daerah Kabupaten Kota se-Provinsi Jawa Timur, Rabu, 22 September 2021.
Fatoni mengungkapkan banyak juga pihak yang tidak tahu dari mana harus memulai dan bagaimana melaksanakan inovasi. “Sejatinya, inovasi itu dimulai dari perubahan mindset, perubahan pola pikir, cara pandang dan cara melihat. Setelah itu baru cara bertindak, bersikap, dan cara bekerja,” ujar Fatoni. Guna mendorong transformasi budaya kerja pemerintah yang lebih baik, para ASN perlu menanamkan mindset berinovasi yang berorientasi pada pelayanan. Menurutnya, inovasi bukanlah selalu soal belanja, kecanggihan teknologi, ataupun bagian dari proyek. Melainkan, hal tersebut merupakan sebuah upaya untuk memacu perubahan budaya kerja menjadi lebih optimal, lebih efektif, dan efesien.
Fatoni menguraikan, setiap ASN harus memahami tujuan organisasi. Karena seluruh energi dalam organisasi digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Fatoni menggambarkan, secara umum ada dua jenis organisasi, yaitu organisasi privat dan organisasi publik. Organisasi privat berorientasi pada keuntungan, sedangkan organisasi publik berorientasi pada pelayanan.
Oleh karena itu, ASN harus tahu perbedaan itu. Sehingga ASN berusaha memberikan kepuasan kepada masyarakat dan berorientasi pada pelayanan. “Inilah yang senantiasa perlu kita dorong, agar dapat memberikan kontribusi terbaik bagi pelanggan, yang dalam hal ini adalah masyarakat,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Fatoni juga menjelaskan sejumlah tantangan di bidang SDM yang masih kerap dijumpai di dalam birokrasi. Di antaranya kurangnya profesionalitas dalam bekerja, motivasi dan kinerja yang rendah, kompetensi yang kurang memadai, penguasaan iptek yang minim, serta rendahnya kreatifitas dan inovasi. Berbagai persoalan tersebut, ungkap Fatoni, perlu ditangani dengan upaya-upaya yang tidak biasa.
Kepala Badan Litbang juga menyampaikan, dalam rangka mengatasi tantangan di dunia birokrasi, aparatur dituntut untuk selalu meningkatkan kapasitas hard skill dan soft skill. Tak hanya itu, para ASN juga diminta agar senantiasa lebih inovatif dan kreatif. Serta, juga perlu didorong dengan meningkatkan motivasi diri. Berkaitan dengan peningkatan kompetensi soft skill, Fatoni menjelaskan, setidaknya ada delapan aspek yang perlu dimiliki para ASN. Hal tersebut antara lain, kemampuan memecahkan masalah kompleks, berpikir kritis dan kreatif, manajemen manusia, serta kemampuan berkoordinasi. Selain itu, para ASN juga perlu memiliki kompetensi lainnya seperti negosiasi dan konektivitas, orientasi pelayanan, cepat membuat keputusan, serta kecerdasan emosional, sosial, spiritual, dan moral. “Komponen-komponen ini penting dimiliki para aparatur kita, karena akan mampu mendorong terbentuknya SDM yang unggul dan memiliki kontribusi maksimal,” imbuh Fatoni.
Di sisi lain, Fatoni juga mendorong agar para ASN mampu menjadi pelayan yang handal dan tangguh bagi masyarakat. Untuk mewujudkan hal itu, imbuh dia, dibutuhkan sejumlah kecakapan, seperti netral, loyal, militan, totalitas, dan profesional. “Berbagai kecakapan tersebut harus dimiliki oleh para aparatur guna menunjang pelayanan yang lebih prima, sehingga pada akhirnya diharapkan akan mampu mendorong peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.