News

KEK Pariwisata Butuh Sentuhan Iptek dan Inovasi

Jakarta – Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan inovasi punya peran penting untuk menggenjot tumbuhnya kawasan ekonomi khusus (KEK) pariwisata yang hingga kini seolah masih jalan di tempat.

Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Maxensius Tri Sambodo, mengatakan, peran iptek dan inovasi sangat besar untuk membangun keunikan atau value added.

Saat ini, terdapat 12 zona KEK di Indonesia, LIPI kemudian melihat di dua zona KEK pariwisata yakni Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Tanjung Kelayang, Kabupaten Belitung, Bangka Belitung. Di kedua zona ditetapkan menjadi KEK pariwisata tahun 2014 dan 2016. Namun dari pengamatan LIPI, Max menilai, belum adanya keunggulan yang memang dibangun dari dasar kemajuan iptek dan inovasi.

“Inovasi bisa berperan untuk ekspos dengan teknologi informasi yang saat ini berkembang pesat. Misalnya ketika ketemu di suatu lokasi langsung share lokasi,” katanya di Jakarta, Selasa (28/8).

Begitu pula di Tanjung Kelayang ada geopark berupa batu-batu unik yang jika difoto bisa viral. Sehingga, inovasi dan teknologi penting untuk menumbuhkan KEK. Tanpa itu KEK tidak akan memiliki nilai tambah dan tidak akan berkembang.

Menurut Maxensius, jika suatu kawasan KEK tumbuh, otomatis perlu pasokan makanan seperti sayur dan buah organik. Untuk membuka lahan pertanian itu tentu perlu sentuhan teknologi. Selain itu, KEK pariwisata juga menjadi upaya konservasi lingkungan. Sebab, tantangan terbesar pengembangan pariwisata adalah keberlanjutan (sustainability).

“Pariwisata adalah zona yang sensitif terhadap isu-isu itu seperti bagaimana penanganan sampah dan ketersediaan air bersih,” ucapnya.

Kawasan khusus ini pun harus memikirkan manajemen air untuk menghindari konflik dengan warga sekitar. Manajemen air (water treatment) bisa dilakukan dengan pendekatan iptek. Kehadiran KEK pariwisata juga mendorong ecotourism atau wisata yang memperhatikan aspek lingkungan. “Kalau tidak memperhatikan hal itu, bisa jadi hanya seumur jagung,” ujarnya.

Hal lain yang tidak kalah penting dalam pembangunan KEK pariwisata adalah menonjolkan budaya (culture). Jika wisatawan terus menerus disungguhkan pemandangan yang itu-itu saja akan bosan. Dengan menghadirkan culture yang dinamis itulah yang membuat orang akan kembali lagi. “Jadi, tidak cukup hanya membangun badannya tetapi raganya juga,” ujarnya.

Selain itu, aspek potensi bencana dan keamanan fasilitas pariwisata juga harus diperhatikan. Sehingga pengunjung terjamin keamanannya dalam berbagai kondisi. (Berisatu.com)

Join The Discussion