News

Kebijakan Baru untuk Peneliti Indonesia

JAKARTA – Peneliti kini bisa bernafas lebih lega. Peraturan Menteri Keuangan 106 tahun 2016 memungkinkan peneliti untuk lebih fokus pada riset daripada administrasi pelaporan.

Pasal 5 Ayat 3 dalam aturan tersebut menyatakan bahwa pelaksanaan anggaran “berorientasi pada keluaran hasil akhir penelitian sesuai dengan kualifikasi standar kualitas yang telah ditetapkan dalam tata cara pelaksanaan penilaian”.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir dalam temu media di Jakarta pada Rabu (27/7/2016) mengatakan, “Ini adalah terobosan.”

Puluhan tahun, kegiatan riset di Indonesia terhambat sebab peneliti harus melaporkan penggunaan dana per tahun pada tiap periode pelaporan belanja negara.

Peneliti kesulitan sebab kadang harus melaporkan penggunaan dana pada saat hasil penelitian belum diperoleh. Akibatnya kegiatan riset tidak maksimal.

Nasir percaya, perubahan tersebut akan meningkatkan gairah riset para peneliti sekaligus meningkatkan jumlah publikasi ilmiah Indonesia yang kini masih rendah, baru keempat di Asia Tenggara.

Sesuai dengan PMK tentang standar biaya keluaran tahun 2017 tersebut, Kementerian Ristekdikti merencanakan sejumlah langkah strategis untuk memajukan riset.

Terkait mekanisme pemberian anggaran, Nasir mengatakan, pihaknya akan memberi anggaran pada penelitian terpilih dan tidak langsung 100 persen di muka.

“Awalnya 70 persen baru setelah penelitian selesai diberikan 30 persennya lagi. Asumsinya honor peneliti tidak dibayar dulu, dilakukan dulu kegiatannya. Dengan 70 persen kita harapkan riset bisa diselesaikan,” katanya.

Nasir akan membentuk tim evaluasi kegiatan penelitian yang mencakup para ahli dari berbagai bidang. Tim tersebut akan bertugas menilai hasil dari sebuah proyek penelitian.

“Kita akan evaluasi tiap kegiatan penelitian apakah sesuai dengan yang direncanakan. Jika tidak, akan kita tentukan pemberian sisa anggaran dan biaya yang harus dikembalikan,” jelasnya.

Kementerian Ristekdikti juga berencana memberikan penghargaan pada peneliti yang menghasilkan publikasi ilmiah dan paten dari risetnya.

Jika berhasil memublikasikan makalah penelitian di jurnal internasional terindeks misalnya, peneliti akan mendapatkan penghargaan sebesar Rp 50 juta.

Langkah penting lainnya, Nasir juga mendorong revisi Perpres 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa. Ia akan mendorong dimasukkannya kegiatan penelitian pada aturan tersebut.

Dengan dimasukkannya kegiatan riset, maka pengadaan sarana prasarana untuk penelitian jangka panjang bisa diatur sehingga akan melancarkan.

Nasir menargetkan, langkah tersebut bisa dilakukan tahun ini. “Kalau itu bisa dilakukan, maka 2017 bisa menjadi tahun emas bagi penelitian,” katanya.

Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Iskandar Zulkarnain, menanggapi positif terbitnya PMK dan sejumlah rencana Kementerian Ristekdikti.

“Terbitnya PMK tersebut sangat membantu pelaksanaan kegiatan penelitian, terutama dalam pertanggung jawaban keuangan,” jelasnya ketika dihubungi Kompas.com, Rabu.

Namun demikian, ia menilai skema baru tersebut perlu disempurnakan. Menurutnya, skema itu baru sesuai dengan kegiatan riset ilmu sosial.

“Kita berharap ke depan bisa lebih disempurnakan agar bisa sesuai dengan semua jenis penelitian,” jelasnya. “Aktivitas tiap bidang ilmu berbeda dan kebutuhan yang juga tidak sama sehingga tidak bisa terwadahi dengan satu aturan umum.” (IFR)

 

Sumber: Kompas.com

Join The Discussion