Dikutip dari sindonews.com, sebuah penelitian di China menunjukkan bahwa makan terlalu banyak lemak buruk bagi bakteri usus. Penelitian ini melibatkan lebih dari 200 orang dewasa muda sehat yang ditugaskan untuk makan diet rendah, sedang dan tinggi lemak selama enam bulan. Peneliti mengatakan, mereka yang berada dalam kelompok diet tinggi lemak mendapati perubahan yang tidak menguntungkan dalam kadar bakteri usus tertentu dan senyawa yang dihasilkan bakteri ini.
Perubahan seperti itu dapat menyebabkan dampak negatif dalam jangka panjang, seperti peningkatan risiko penyakit metabolik yakni diabetes tipe 2. Temuan ini sangat relevan bagi orang-orang di China dan negara-negara lain di mana diet semakin menjadi kebarat-baratan, dibandingkan dengan diet tradisional di wilayah tersebut. Temuan ini juga berlaku untuk orang-orang di negara maju seperti Amerika Serikat yang sudah memiliki diet dengan asupan lemak tinggi, tapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memeriksa ini.
Dilansir dari Livescience, selain itu, penelitian ini dilakukan pada orang dewasa muda dan sehat yakni usia 18—35 tahun, jadi tidak jelas apakah temuan ini berlaku untuk kelompok orang lain. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa diet manusia dapat mempengaruhi bakteri usus mereka dan obesitas telah dikaitkan dengan pengurangan jenis bakteri tertentu. Dalam studi baru, peserta secara acak ditugaskan ke salah satu dari tiga kelompok diet yakni, kelompok rendah lemak yang mendapat 20% kalori harian dari lemak dan 66% dari karbohidrat, kelompok sedang-lemak yang mendapat 30% kalori harian dari lemak dan 56% dari karbohidrat dan kelompok lemak tinggi yang mendapat 40% kalori harian dari lemak dan 46% dari karbohidrat.
Sementara, jumlah total kalori dan jumlah protein dan serat dalam makanan peserta adalah sama untuk semua kelompok. Para peserta juga memberikan sampel darah dan tinja pada awal dan akhir penelitian. Pada akhir studi enam bulan, peserta dalam kelompok diet rendah lemak melihat peningkatan kadar bakteri baik yang disebut blautia dan faecalibacterium di bandingkan dengan level mereka pada awal studi. Sedangkan hasil yang berbeda ditunjukkan pada mereka yang berada dalam kelompok diet tinggi lemak. Di mana ditemukan penurunan kadar bakteri ini.
Bakteri blauta dan faecalibacterium membantu menghasilkan asam lemak yang disebut butyrate, yang merupakan sumber energi utama untuk sel-sel usus dan memiliki sifat anti-inflamasi. Para peneliti mengukur kadar butirat dalam sampel tinja peserta, mereka melihat bahwa mereka yang berada dalam kelompok rendah lemak telah meningkatkan kadar senyawa ini pada akhir penelitian, sementara mereka yang berada dalam kelompok lemak tinggi mengalami penurunan kadar. Terlebih lagi, selama penelitian, orang-orang dalam kelompok diet tinggi lemak mengalami peningkatan kadar bakteri yang disebut bacteroides and alistipes yang dikaitkan dengan diabetes tipe 2.
Orang-orang dalam kelompok diet tinggi lemak juga mengalami peningkatan kadar asam lemak rantai panjang, yang diduga merangsang peradangan dalam tubuh. “Dibandingkan dengan diet rendah lemak, konsumsi jangka panjang dari diet tinggi lemak tampaknya memiliki efek negatif, setidaknya bagi orang dewasa muda yang sehat di China yang beralih ke diet yang lebih kebarat-baratan,” kata para peneliti.
Studi ini mencatat partisipan dalam ketiga kelompok diet menurunkan berat badan selama penelitian, dengan kelompok diet rendah lemak kehilangan berat badan paling banyak. Tidak jelas apakah penurunan berat badan dapat dikaitkan dengan beberapa perubahan yang terlihat pada bakteri usus peserta dan penanda metabolisme, sehingga penelitian di masa depan diperlukan untuk memperjelas hal ini. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Tentara Pembebasan Rakyat di Beijing dan Universitas Zhejiang di Hangzhou, China.