News

Kajian Aktual Evaluasi Pilkada Diarahkan Singgung Covid-19

JAKARTA-Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri (BPP Kemendagri), melalui Pusat Litbang Otonomi Daerah, Politik, dan Pemerintahan Umum (Otda Pol-PUM), menggelar rapat terbatas untuk membahas persiapan kajian aktual ihwal evaluasi jalannya pilkada, di Aula BPP Kemendagri, Jumat (3/4). Beberapa poin dibahas dalam pertemuan tersebut, termasuk perlunya menyoroti dampak wabah pandemik Covid-19 terhadap jalannya pilkada.

Pelaksana Tugas Kepala BPP Kemendgari, Dr. Drs. Agus Fatoni, M.Si, menyebutkan dampak wabah pandemik Covid-19 begitu luas. Dampak ini salah satunya mengakibatkan penundaan penyelenggaraan pilkada tahun ini. “Hasil rapat Komisi II DPR RI, Mendagri, KPU, Bawaslu, DKPP, sudah mengambil keputusan bahwa pilkada akan ditunda,” tutur Fatoni saat membuka rapat. Saat ini, lanjutnya, pembahasan regulasi terkait aturan penundaan tersebut tengah dirumuskan.

Fatoni menuturkan, dalam mengkaji evaluasi pilkada, BPP Kemendagri telah bekerja sama dengan lembaga think tank independen, seperti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Perhimpunan Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES), Centre for Strategic and International Studies (CSIS), serta beberapa mitra lainnya. Pembahasan kajian tersebut sudah berlangsung sejak beberapa waktu lalu. Namun, dengan adanya wabah pandemik Covid-19 membuat pelaksanaan program menjadi agak tersendat.

Ia menyebutukan, selain mengandalkan hasil dari lembaga think tank independen, secara internal BPP Kemendagri juga turut membuat kajian evaluasi pilkada. Keterlibatan itu untuk memperkaya hasil kajian. “Kami juga di BPP Kemendagri melakukan kajian itu sendiri yang kita bahas hari ini,” kata Fatoni.

Melihat adanya perubahan pelaksanaan pilkada akibat Covid-19, Fatoni menuturkan, pertemuan ini merupakan upaya menyusun rekomendasi kepada Menteri Dalam Negeri. Karenanya, persiapan kajian evaluasi pilkada yang telah disusun  terutama yang dilakukan internal, tidak menutup kemungkinan bakal disesuaikan dengan isu yang ada.

Sementera itu, Peneliti BPP Kemendgari, Sitti Aminah, menjelaskan sejumlah persiapan yang telah disusun untuk melakukan kajian internal ihwal evaluasi pilkada. Dirinya besama tim telah merumuskan kajian evaluasi berjudul Membangun Sinergitas Otonomi Daerah untuk Menemukan Format Sistem Pilkada. Ia menilai, desentralisasi merupakan konsekuensi dari penerapan sistem demokratisasi, yang tujuannya membangun pemerintahan yang baik. Namun, hal itu akan sulit tercapai, jika kapasitas politik entitas daerah tidak memadai. Kapasitas yang belum memadai tersebut, dapat terlihat dari tata kelola pemerintahan di bidang politik yang buruk. Salah satunya, penyelenggraan pilkada yang banyak melahirkan dampak negatif.

Dampak negatif yang dimaksud Sitti seperti, dinasti politik, ketidaknetralan birokrasi, biaya mahal, perilaku korupsi kepala daerah, dan sebagainya. Karenanya, perlu langkah perbaikan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik. “Apabila dibiarkan berlarut-larut akan  mengganggu agenda otonomi derah yang merupakan wujud desentralisasi,” ujarnya.

Kendati demikian, paparan yang disampaikan Sitti belum banyak menyinggung soal Covid-19. Ia menyebutkan, ide yang disampaikannya telah melewati pembahasan yang panjang dan dianggap final. Sehingga perubahan isu akan dibahas secara lebih lanjut termasuk dengan Plt. Kepala BPP Kemendagri dan Plt. Kepala Puslitbang Otda Pol-PUM. Dirinya sepakat, isu Covid-19 menjadi hal penting dalam mengevaluasi jalannya pilkada. “Isu Covid-19 ini sangat penting, dan ini akan menjadi masukan bagi kajian kami,” tuturnya

Hadir sebagai narasumber, Connie Rahakundini Bakrie, Presiden Indonesia Institute for Maritime Studies mengamini persoalan pilkada yang telah disampaikan Sitti. Persoalan-persoalan tersebut memang multidimensi dan mesti ditemukan jalan keluarnya. Ia membandingkan jalannya pemilu di Indonesia, dengan negara lain yang menerapkan sistem demokrasi. Menurutnya, di Indonesia ongkos pemilu lebih mahal dan rumit. “Kita (Indonesia) lebih mahal, orang (negara) lain murah, kita rumit, orang lain mudah,” tuturnya.

Selain itu, ia menambahkan dalam demokrasi keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. Melalui adanya wabah pandemik Covid-19 yang mengganggu jalannya pilkada daerah, menurutnya menjadi masukan perlunya mendorong pelaksanaan pemilu berbasis online. Dengan perkembangan teknologi yang canggih, hal itu tidak mustahil untuk diterapkan. (MJA)

Join The Discussion