News

Kaji Inovasi Sampah Plastik Jadi BBM

Bandung: Pemerintah Kota Bandung akan mengkaji dulu potensi sampah plastik jadi bahan bakar minyak (BBM), sebelum memutuskan untuk menggunakan inovasi karya warga asal Surabaya, Jawa Timur. Inovasi tersebut diyakini dapat mengurangi volume sampah plastik di Kota Bandung yang setiap harinya bisa mencapai sekitar 500 ton.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Bapelitbang), Kota Bandung, Heri Antasari mengatakan, alat pengelolaan sampah plastik jadi bahan bakar tersebut perlu dikaji ulang jika dihitung berdasarkan ekonomis.

“Ini teknologi lama sebetulnya, tapi jarang digunakan dan dikembangkan. Namun jika dihitung secara ekonomis harus ada kajian lagi,” ujar Heri di kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Jalan Sadang Serang, Senin 21 Mei 2018.

Akan tetapi diakui Heri, jika alat itu terbukti mampu mengurangi sampah plastik, maka Bapelitbang membuka lebar peluang untuk digunakan secara masif di Bandung. Bahkan ia akan segera merumuskan metode penggunaan, dan penyebaran alat tersebut, sebagai data untuk menyiapkan anggaran.

“Ini bisa menjadi solusi, dan bisa didorong untuk digunakan. Misalnya kendaraan pengangkut sampah pakai bahan bakarnya ini, karena (alat tersebut) bisa menghasilkan premium. Jadi bisa memotong costuntuk transportasi sampah juga,” beber Heri.

Sementara itu Kepala DLHK Kota Bandung, Salman Fauzi mengatakan, kebutuhan alat tersebut untuk digunakan di Bandung cukup mendesak. Terlebih sampah plastik di Bandung terus bertambah setiap tahunnya, dan menjadi pemasok terbanyak, yakni 40 % dari total 1.200 ton sampah per hari.

“Kalau alat ini bisa digunakan, maka otomatis sampah plastik akan sangat berkurang, bahkan bisa habis. Jadi alat ini akan sangat membantu kita dalam mengatasi sampah,” kata Salman di tempat yang sama.

Salman berencana, jika alat tersebut mendapat persetujuan untuk digunakan, maka akan disimpan di setiap RW (rukun warga).  Agar dapat digunakan untuk pengolahan sampah plastik langsung, tanpa harus dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS).

“Jadi nanti sistemnya bisa saja disimpan di setiap RW, supaya sampah yang diangkut dari setiap TPS ke TPA berkurang. Jadi sampah plastik habis di tempat,” harap Salman.

Dimas Bagus Wijanarko, 42, selaku penggagas alat pengelolaan sampah plastik itu mengaku hanya membutuhkan kurang dari Rp 2 juta untuk merakit. Pasalnya ia membutuhkan beberapa peralatan, seperti tabung untuk membakar sampah plastik, penghitung suhu panas, pipa besi serta tabung gas berukuran 12 kilogram.

“Kira-kira nyampedua juta rupiah, karena dulu awalnya enggak ngitung-ngitung, langsung pasang aja. Jadi setiap satu kilogram plastik bisa menghasilkan satu liter bahan bakar minyak jenis premium,” ungkap Bagus. (medcom.id)

Join The Discussion