JAKARTA- Sekretaris Daerah Kabupaten Simalungun Gideon Purba mengaku belum maksimal dalam melakukan pengelolaan retribusi. Hal itu diakibatkan melalui beberapa faktor, seperti letak geografis sampai dengan kebijakan Bupati.
Letak geografis Kabupaten Simalungun yang terdiri dari beberapa kota kecil diakui menjadi kendala dalam melakukan pengelolaan retribusi. Kondisi tersebut menjadikan pengelolaan tidak terkonsentrasi. “Otomatis retribusinya terpecah-terpecah dan tidak terkonsentrasi,” ungkap Sekretaris Daerah Kabupaten Simalungun Gideon Purba, saat menjadi pembicara Focused Grup Discusion (FGD), mengkaji hasil riset desain Pusat Litbang Pembangunan dan Keuangan Daerah Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Dalam Negeri (BPP Kemendagri), yang berlangsung di Aula BPP, Selasa (5/3).
Ia menyebutkan, misalnya retribusi dari lahan parkir di jalan umum yang dinilai masih minim. Hal ini akibat lahan parkir yang sedikit karena luas masing-masing kota yang terlalu kecil. Kondisi ini membuat pemerintah ragu menempatkan petugas atau pun bekerja sama dengan pihak ketiga. “Dengan angka yang kecil itu ini memang seperti kurang perhatian, itu kelemahan kami yang ke depan akan kami tingkatkan,” ujarnya.
Selain itu, ia menjelaskan persoalan retribusi juga tersandung kebijakan Bupati Simalungun. Bupati beranggapan retribusi hanya identik dengan menyengsarakan masyarakat, sehingga lebih memilih melakukan pembiaran. “Untung masyarakat bergairah menjalani hidupnya, ngapain kita berat-beratkan,” ujarnya menirukan jawaban Bupati. Padahal pihaknya telah mengkaji potensi untuk daerah yang bisa dijadikan sumber retribusi.
Purba menyebutkan potensi tersebut bisa melalui pemanfaatan usaha yang dikeola masyarakat, seperti keberadaan warung. Jika aspek tersebut dimanfaatkan maka akan memberikan retribusi yang cukup besar. “Misalnya 2000 perak saja perhari, berapa ribu itu (warung)?” tanyanya.
Ia mengaku sementara ini keberadaan usaha masih dibiarkan begitu saja. Bahkan tanah milih pemerintah daerah juga dikelola menjadi lahan usaha. Pembiaran tersebut dilakukan untuk menumbuhkan ekonomi masyarakat. Harapannya jika ekonomi berkembang barulah dilakukan pemungutan retribusi. “Kekayaan daerah itu kita biarkan dikelola masyarakat, itulah salah satu kelemahan dan kelebihan kami,” terangnya.