Lombok – Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus menyempurnakan rancang bangun Indeks Tata Kelola Pemerintahan Daerah (ITKPD). Kali ini BSKDN menjaring masukan dari para akademisi lewat gelaran Indonesian Regional Science Association (IRSA) International Conference di Lombok.
“Kami bawa konsep ini (ITKPD) dalam seminar internasional agar banyak masukan dari para scientist. Harapannya agar metode indeks yang digunakan dapat kita diskusikan bersama,” ujar Kepala Pusat Litbang Administrasi Kewilayahan, Pemerintahan Desa, dan Kependudukan, Mohammad Noval saat membawakan paper berjudul Local Government Governance Index: An Integrated Index for Local Development Evaluation in Indonesia dalam seminar tersebut, Selasa, 19 Juli 2022.
Berbeda dengan indeks lainnya, sambung Noval, ITKPD sendiri menggunakan skema komposit. Skema tersebut disusun dari beragam aspek yang mewakili tidak hanya komponen input, tetapi juga proses, dan output dari pelaksanaan tata kelola pemda.
“Dengan cara ini kita bisa menilai bagaimana kapasitas dan kualitas kebijakan daerah dalam mewujudkan tujuan dari otonomi daerah,” ungkap Noval. Selanjutnya dari langkah tersebut, Kemendagri bersama dengan Lembaga Kemitraan/Partnership akan menyusun peta pembinaan guna meningkatkan kualitas tata kelola pemda.
Hal senada diungkapkan Tim dari Lembaga Kemitraan/Partnership, Irfani Fithria yang juga bertindak sebagai pembicara kedua dalam forum tersebut. Ia mengatakan ITKPD akan disusun sebagai alat ukur yang komprehensif. Pasalnya, indeks tersebut merujuk pada beragam indeks yang telah ada sebelumnya, di antaranya World Governance Index dan The Berggruen Governance Index. Irfani menegaskan kedua indeks tersebut telah jamak digunakan lembaga internasional dalam mengukur kemajuan suatu negara.
“Kita pun ingin (ITKPD) lebih inklusif yang melihat bagaimana kualitas pendukung suatu daerah, kualitas tata kelolanya, hingga mencapai kualitas pembangunan. Jadi bila ada daerah yang bagus secara output, namun buruk secara input, bisa jadi daerah tersebut mengejar di sisi tata kelolanya. Ini yang ingin kita petakan,” jelas irfani yang juga seorang ekonom dari Universitas Indonesia.
Sementara itu anggota Tim dari Lembaga Kemitraan/Partnership lainnya, Azizon yang bertindak sebagai pemapar ketiga membenarkan pendapat sebelumnya. Dirinya berujar bahwa ITKPD dapat menghasilkan intervensi terbaik karena mampu memetakan kondisi terkini dari suatu daerah lewat beragam sisi. “Namun konsep ini masih perlu review dan masukan dari para pihak,” jelas Pria yang juga berprofesi sebagai Peneliti Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia.
Para peserta seminar menyambut positif konsep ITKPD. Seperti yang diutarakan Dosen Universitas Cenderawasih Julius Ary. Menurutnya instrumen ini cukup komprehensif. “Saya ucapkan selamat, ini bagus sekali. Semoga dapat segera diterapkan,” katanya.
Di lain pihak, Astrid dan Zulhak aparatur dari pemerintah daerah yang menjadi penanggap mengutarakan kekhawatirannya ITKPD ini bakal menambah beban kerja dari pemda. “Terus terang melakukan penginputan data yang diminta dalam indeks dari kementerian lembaga itu sangat melelahkan dan menyita waktu,” ujar Astrid. “Benar, waktu kami tersita banyak sehingga pelayanan yang menjadi tugas utama kami malah jadi terbengkalai,” timpal Zulhak.
Menanggapi hal tersebut, Noval menegaskan bahwa ITKPD tidak akan merepotkan pemda. Hal ini karena indeks tersebut memanfaatkan data dan informasi dari indeks yang sudah tersedia di berbagai kementerian lembaga yang tentunya sudah memenuhi kriteria. “Jadi nanti daerah sifatnya hanya memperoleh hasil pengukuran dari ITKPD saja,” pungkasnya.