Dikutip dari TEMPO.CO – Perempuan Indonesia lulusan Universitas Australia Selatan yang bergelar PhD di bidang nanoteknologi baru saja terpilih menjadi wajah I Choose SA for Careers of the Future (Karir Masa Depan) di Australia Selatan.
Melissa Weckert terpilih menjadi duta merek dari I Choose SA, kampanye di Australia Selatan yang mendorong warganya untuk mendukung produk dan perekonomian lokal negara bagian tersebut.
Brand South Australia, organisasi non-profit yang sedang diambil alih pemerintah setempat, memberikan duta merek ini kepada Icha karena jejak sejarah karir dan pendidikannya di Australia Selatan.
“Perjalanan karir dan pendidikan saya berawal di Jakarta, belajar S1 di Malaysia, melanjutkan S3 di Uni SA Adelaide dan setelah itu melanjutkan karir dan menetap di Adelaide,” kata Icha, nama panggilan untuk Melissa yang sebelum menikah dikenal dengan nama Melissa Dewi.
“Inilah mengapa saya cocok sekali untuk dijadikan duta merek I Choose SA (Saya Memilih Australia Selatan).”
Dengan predikat tersebut, Icha memiliki tanggungjawab mempromosikan Australia Selatan sebagai negara bagian yang “inovatif, maju dan berpotensi unggul untuk karir”.
“Ini adalah bagian dari usaha pemerintah Australia Selatan untuk menjadi negara bagian yang sukses dan maju.” katanya.
Berbagai negara bagian di Australia secara teratur berusaha mempromosikan diri untuk menarik warga untuk mau tinggal di sana.
Dibandingkan dengan Sydney dan Melbourne, Adelaide ibukota negara bagian Australia Selatan belum menjadi pilihan utama bagi migran maupun warga dari negara lain di Australia untuk tinggal.
Melissa adalah satu-satunya ilmuwan yang dipilih menjadi duta untuk Australia Selatan, dengan yang lainnya diambil dari kalangan seperti bisnis, petani, pemilik restoran ataupun koki.
Jadi peneliti di ZEISS
Karir dari anak bangsa yang pernah bercita-cita untuk menjadi dokter, pilot atau astronot ini pun memang tidak main-main.
Kini, Icha sedang bekerja di perusahaan Carl Zeiss AG, lebih dikenal sebagai ZEISS Australia, produsen lensa optik ternama di dunia, sejak tahun 2015.
Sebagai salah satu peneliti dalam tim Teknologi dan Inovasi (T&I) dari perusahaan Jerman itu, ia baru saja terlibat dalam peluncuran produk inovasi terbaru bernama ZEISS UVProtect.
“Produk ini adalah kacamata biasa (transparan) yang mempunyai level proteksi sama dengan kacamata hitam.” kata Icha kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.
Pekerjaan ini telah membuka kesempatan bagi Icha untuk mengunjungi perusahaan pusat dan museum ZEISS di Jerman.
Di sana, ia bertemu dengan ahli optik beserta pemimpin dan pembimbing dari perusahaan itu serta berkesempatan untuk melihat replika kamera Hasselblad dengan lensa ZEISS.
“Kamera dan lensa ini digunakan untuk mengambil gambar astronot terkenal Neil Armstrong ketika mendarat di bulan untuk pertama kalinya.”
Ia merasa bersyukur dapat bekerja di perusahaan berskala internasional yang sudah membuatnya terkesima sejak kecil.
“Saya merasa bangga dan bersyukur untuk bisa menjadi bagian dari tim peneliti di ZEISS Vision Care yang sering melakukan terobosan.”
Cinta lingkungan dan panjat tebing
Di luar kesibukan dalam dunia penelitian, anak pertama dari dua bersaudara ini juga punya hobi lain seperti panjat tebing dan melakukan kegiatan pencinta alam.
Bersama suaminya, Sam Weckert, Icha sedang berusaha menerapkan “gaya hidup berkelanjutan” yang ia lakukan dengan menanam sayuran di kebun belakang rumah di tengah kegiatan lainnya.
“Kita menanam berbagai macam sayuran. Selain itu kita juga punya pohon buah-buahan, memelihara ayam petelur,” cerita Icha.
“Semuanya untuk dikonsumsi pribadi demi meminimalisasi pembelian dari supermarket.”
Usaha ramah lingkungan lainnya meliputi penggunaan panel surya untuk menghasilkan listrik sendiri selama 24 jam dan penampungan air hujan untuk menyiram kebun.
Warga negara Australia ini juga menggunakan mobil ramah lingkungan yang bisa diisi ulang dengan tenaga listrik.
Menurut Icha, usaha kecil ini ia lakukan untuk mengurangi polusi dan memerangi perubahan iklim.
“Kita berusaha untuk hidup ramah dengan lingkungan. Ini hanyalah usaha-usaha kecil namun kita harap dapat membuat dunia berubah jadi lebih baik.”
Hobi panjat tebing ia lakukan karena menurutnya aktivitas tersebut bersifat unik dan selalu melibatkan pemecahan masalah.
“Untuk memanjat rute tertentu yang belum pernah kita panjat membutuhkan analisa dan pemecahan masalah. Kita juga dilatih untuk selalu pantang menyerah.”
Sains di Indonesia berpotensi besar
Menurut Icha penelitian bidang Sains di Australia memberikan kesempatan bertemu dengan banyak ahli mancanegara melalui konferensi sains dan sangat didukung pemerintah setempat.
“Melakukan riset atau bekerja di bidang sains di Australia sangat didukung pemerintah, bila dilihat dari penyediaan beasiswa dan lingkungan yang kondusif.”
Perempuan yang sudah tertarik dengan Fisika sejak di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini melihat potensi besar dunia sains di Indonesia.
” Saya tidak tahu banyak tentang fasilitas untuk sains di Indonesia, karena sejak lulus SMA, saya langsung pindah ke Malaysia.”
“Jadi saya belum pernah merasakan fasilitas riset di Indonesia lebih detil. Menurut saya, melakukan riset atau bekerja di bidang sains di Australia sangat didukung pemerintah.”
“Saya tidak bisa berkomentar jauh karena saya belum pernah bekerja di Indonesia. Melihat dari teman teman yang sekarang kerja di Indonesia, saya yakin kalau riset di Indonesia didukung banyak pihak dan juga pemerintah Indonesia” tambahnya lagi.
Bagaiman pandangan Melissa mengenai apakah Indonesia memiliki potensi besar dalam dunia sains?
“Negara Indonesia punya sumber daya alam yang melimpah. Anak bangsa Indonesia sendiri pun sangat berpotensi dan kreatif,” kata Sarjana Teknik Universitas Curtin di Sarawak Malaysia tahun 2010 tersebut.
“Rasa ingin tahu anak Indonesia sangat tinggi. Selain itu Indonesia juga merupakan jembatan negara Asia Pasifik.” tambah Melissa yang menyelesaikan pendidikan di SMA BPK Penabur 7 di Jakarta tersebut.