Dikutip dari radarbogor.co.id, pada Oktober 2018, dua siswi SMAN 3 Bogor mengikuti lomba penelitian kategori pelajar tingkat Propinsi Jawa Barat. Mereka terpilih dan menjadi perwakilan Indonesia dalam lomba penelitian di Turki.
Berbagai persiapan dilakukan jelang keberangkatan pada 11 Juni mendatang. Selain mempertajam dan melengkapi bahan penelitian, juga mencari kekurangan dana untuk biaya akomodasi. Dua siswi kelas X, yakni Ni Putu Xyieloveeda Sequioa, yang disapa Selo dan Rubee Putri Risdiyanto kelas X, disapa Rubi
Ide penelitian mereka, datang dari tetangga Selo yang rutin datang ke rumah untuk meminta dan mengambil kotoran burung milik ayahnya. “Penasaran, aku tanya untuk apa. Si bapak itu bilang untuk makan ternaknya. Makin penasaran, aku ajak Rubi bikin penelitian. Baca buku, kamipun milih untuk ayam petelur,” papar Selo semangat.
Selo dan Rubi tertarik juga karena memanfaatkan limbah kotoran burung yang jarang dimanfaatkan menjadi pakan ayam. Sebelum memulai, mereka menguji apa saja yang terkandung di kotoran burung, melalui lembaga penelitian yang berkompeten.
Penelitian ini menggunakan feces atau kotoran burung Jalak Suren (Strunus contra). Dikumpulkan secara berkala dengan selang waktu satu minggu, dari satu burung Jalak Suren. Setelah satu minggu tidak digunakan, untuk menghindari kesalahan dalam pengujian.
Berbagai tahap dilakukan, pengeringan kotoran selama beberapa hari dengan dijemur di bawah terik matahari dengan suhu tertentu selama 5-7 hari. Selain dijemur, mereka juga pernah uji coba pengeringan dengan suhu tertentu.
Pengeringan tidak hanya memudahkan penghancuran, juga menghilangkan bakteri yang terkandung di kotoran burung. Setelah kering dihaluskan dan dicampur dengan beberapa jenis bahan lain, yang juga lebih alami. Proses uji coba seluruhnya menggunakan bahan alami, seperti tepung jagung dan dedak.
“Sebelum tepung jagung dan dedak, kami juga buat perbandingan pakai bahan lain. Hasilnya terbaik itu campuran tepung jagung dan dedak,” tambah Selo. Kotoran burung, tepung jagung dan dedak diaduk menjadi satu adonan dengan tambahan air.
Adonan dikukus atau diuapi, lalu dimasukkan dalam mesin penggilingan daging. Hingga berbentuk memanjang. Setelah itu pelet atau pakan dipotong-potong dan dikeringkan.
Sebagai kontrol atau perbandingan, menggunakan pakan ayam jenis Hi-Pro-Vite Chicken Feed. Pakan ini yang paling banyak digunakan di peternakan ayam wilayah Bogor.
Pengujian dilakukan terhadap 16 ayam betina berumur 32 minggu yang dibagi menjadi 4 kelompok. Masing-masing kelompok ada 4 ekor ayam.
Tiap kelompok mendapatkan 4 macam pakan ayam dalam waktu yang sama. Pakan baru diberikan setelah ayam menghasilkan telur. Hasil terlihat dari rata-rata berat telur ayam yang diperoleh dari tiap kelompoknya.
Telur yang dihasilkan dari ayam yang memakan pakan yang sudah dibuat lebih banyak. Bahkan tidak hanya telur yang banyak, biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan dibandingkan pakan lain jauh lebih murah. Tiap pembelian satu kilogram pakan, selisih kisaran Rp6 ribu.
“Bedanya lumayan. Pakan yang biasa Rp10 ribu, kalo dari kotoran burung ini, dihitung cuma Rp4 ribu perkilogram,” tutur Rubi. Saat ini, Rubi dan Selo harus lebih bersemangat untuk mencari dukungan dana. Diperkirakan dana yang dibutuhkan untuk akomodasi kurang lebih Rp80 juta.