Dikutip dari harianjogja.com, Guru di Indonesia yang malas membaca disinyalir menjadi salah satu masalah di dunia pendidikan di Tanah Air.
Praktisi pendidikan Indra Chrismiadji mengatakan berdasarkan riset yang dilakukannya di sejumlah daerah, masih banyak ditemukan guru-guru malas membaca sehingga memengaruhi kualitas pendidikan di Tanah Air.
“Problem utama memang di kualitas guru, dan itu yang sayang sekali tidak disebutkan oleh Mas Menteri [Nadiem Makarim],” kata dia pada diskusi bertajuk Evaluasi Pendidikan Tahun 2019 dan Outlook Pendidikan 2020 di Jakarta, Jumat (27/12/2019).
Secara pribadi ia mengaku telah berkeliling Indonesia dan menemukan problem utama pendidikan di Indonesia ialah tingkat membaca guru yang masih rendah bahkan tidak suka membaca.
“Saya ngasih pelatihan dari Aceh, Papua, NTT, NTB, Natuna [Kepulauan Riau], Sulawesi, Maluku Utara dan lainnya, saya ketemu dengan guru-guru dan mengambil kesimpulan memang kemampuan baca mereka sangat rendah,” katanya.
Bahkan ujar dia rendahnya tingkat membaca tenaga pendidik itu tidak hanya di daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T) tetapi juga terjadi di Ibu Kota Jakarta. Oleh karena itu, persoalan tersebut perlu diselesaikan pemerintah sesegera mungkin.
Bahkan hal itu diperkuat kajian internasional melalui riset Bank Dunia yang menemukan kesejahteraan guru Indonesia tidak berdampak pada kualitas mengajar seorang guru.
Seharusnya ujar dia dengan adanya anggaran tambahan oleh pemerintah bagi guru, maka diharapkan mereka lebih rajin, inovatif, kreatif dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didik.
Wakil Ketua Umum DPP PPP Reni Marlinawati mengatakan masih banyak persoalan pendidikan di Indonesia salah satunya terkait dengan tenaga pendidik atau guru.
“Pertama persoalan guru, ini sangat mendasar sehebat apapun kurikulum dan sebesar apapun anggaran tetapi jika persoalan guru belum diselesaikan tetap tidak akan berdampak apa-apa,” katanya.
Saat ini jumlah ketersediaan guru di Tanah Air masih menjadi problem pemerintah. Dari tiga juta lebih, nyaris setengahnya merupakan tenaga pendidik berstatus honorer. Hal itu otomatis berdampak pada tingkat kesejahteraan maupun mutu.
“Hari ini kesejahteraan yang diterima guru honorer masih memprihatinkan,” kata dia.