News

Harus Kembalikan Biaya Penelitian, 31 Peneliti Diduga Menyalahi Aturan Kemenristek Dikti

Dikutip dari tribunnews.com, sejumlah dosen di satu univeritas di Kota Semarang diminta untuk mengembalikan uang penelitian. Hal itu disebabkan karena adanya temuan mencurigakan berupa pembayaran honor yang tidak sesuai dalam aturan Standar Biaya Masukan (SBM) Tahun Anggaran 2018.

Seorang dosen, sebut saja Agus mengungkapkan bahwa jumlah dana yang harus dikembalikan mencapai Rp 70 jutaan. Uang tersebut merupakan honor peneliti yang sudah diberikan. Namun belakangan baru diketahui bahwa hal itu menyalahi aturan. Masalah ini melibatkan 31 peneliti, yang terdiri dari para dosen dan tenaga pendidikan kampus.

Agus menyebutkan, kampus tempatnya mengajar, sengaja nama kampus dirahasiakan oleh Tribun Jateng, diduga telah melakukan pelanggaran. Beberapa kegiatan penelitian tidak benar-benar dilaksanakan alias fiktif. Tujuannya hanya untuk mendapatkan kucuran dana penelitan.

Ketika dikonfimasi, Pimpinan kampus membantah adanya penelitian fiktif. Pihaknya memang benar diwajibkan untuk mengembalikan uang senilai Rp 70 jutaan karena ada kekeliruan dalam hal administrasi.

Uang yang seharusnya dipakai untuk keperluan penetilian, ternyata sebagian digunakan untuk honor. Ternyata hal itu dianggap menyalahi aturan. “Dosen dalam meneliti itu tidak boleh diberi honor, atau mengambil serta menggunakan uang penelitian untuk kepentingan pribadi di luar kebutuhan penelitian,” katanya.

Akibatnya dianggap terjadi kelebihan pembayaran belanja barang berupa pembayaran honor kepada 31 peneliti yang tidak sesuai SBM TA 2018 senilai Rp 70 jutaan. Ia telah mengintruksikan kepada seluruh peneliti untuk mengembalikan uang honor tersebut paling lambat dua bulan ke depan. Langkah tegas juga diambil dengan memberhentikan Ketua Pusat Penelitian kampus karena dianggap lalai melaksanakan tugas.

Persetujuan Proposal Makin Ketat

Memang diakui ada sejumlah dosen di perguruan tinggi hanya ingin mendapatkan dana hibah penelitian tanpa mementingkan hasil penelitian itu sendiri. Oknum dosen rajin bikin proposal penelitian setiap tahunnya hanya untuk mencari dana hibah penelitian. Dana hibah penelitian merupakan upah tambahan untuk pengajar di perguruan tinggi disamping gaji bulanannya.

Dosen memiliki kewajiban melakukan riset atau penelitian dalam satu semester atau satu tahunnya. Pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mendorong agar hasil riset dosen dapat dihilirisasi ke dunia industri dan berguna untuk masyarakat. Sehingga, dana triliunan tersebut tidak terbuang menjadi tumpukan kertas laporan penelitian yang berakhir di laci meja atau rak perpustakaan.

Dosen Undip Semarang, Ir Bambang Pudjianto MT, mengatakan praktik-praktik dosen yang melakukan penelitian berorientasi pada rupiah, mungkin saja terjadi. “Namun, saat ini, proses penerimaan proposal usulan penelitian yang dilakukan Kemenristekdikti sangat ketat,” kata Bambang.

Begitu juga, lanjutnya, proses laporan pertanggungjawaban keuangan rumit untuk mempersempit kemungkinan terjadinya praktik kecurangan atau laporan abal-abal.

Dosen yang juga pakar transportasi itu menjelaskan instrumen yang dipakai sangat ketat. Proposal riset dosen diuji terlebih dahulu. “Proposal dikompetisikan dahulu. Tidak semua proposal disetujui. Kalau tidak bisa dicapai, ya dana tidak keluar,” ucap mantan dekan Fakultas Teknik Undip itu.

Besaran dana hibah yang bisa dicairkan, kata dia, juga tergantung tingkatan penelitian, ada penelitian tingkat dasar, terapan, dan pengembangan. Agar usulan proposal penelitian bisa diterima, dosen juga harus mencantumkan roadmap atau rencana pengembangan produk penelitian agar terus berkelanjutan.

“Rasanya praktik-praktik seperti itu (penelitian abal-abal) sekarang ini sangat sulit dilakukan,” ujarnya. Pemerintah saat ini berorientasi pada output atau luaran hasil penelitian. Jika output tidak jelas dan tidak terlalu signifikan berguna untuk masyarakat, biasanya pemerintah pikir-pikir untuk menyetujui dan memberikan dana hibah.

Output bisa berupa produk ataupun terbit di jurnal penelitian yang kredibel atau terakreditasi.

Ia menambahkan, supaya hilirisasi produk penelitian dapat berjalan lancar dan anggaran riset dapat digunakan secara maksimal harus ada kerjasama tiga elemen, yakni pemerintah, akademisi (dosen/peneliti), dan pihak industri.

Sinergi itu berguna agar penelitian dosen bisa tepat guna dan sesuai pasaran atau yang dikehendaki industri. Pihak industri harus terlibat dengan penelitian dosen. “Jika produk penelitian tidak relevan dengan apa yang diinginkan industri, tentu tidak ada pengaplikasian atau ‘mangkrak’,” ujarnya.

Meskipun demikian, ia menegaskan dunia pendidikan atau perguruan tinggi sudah mengarahkan produk penelitian yang berbasis kebutuhan industri. Hanya saja, kebanyakan industri di Indonesia untuk mengembangkan teknologi belum berbasis riset.

Biaya research and develompent (R&D) tidak lah murah. Hal itu dianggap dapat menambah beban biaya produksi yang bisa berdampak harga jual produk industri tinggi.

Dari sisi dosen, penelitian merupakan hal penting agar ilmu yang dimiliki terus berkembang, tidak monoton. Selain itu, juga mengamalkan Tri Dharma perguruan tinggi yang menuntut dosen untuk melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat, disamping pendidikan.

Dari sisi masyarakat atau industri, dibutuhkan teknologi yang dinamis, karena tiap tahun, teknologi terus berkembang. Jika teknologi tidak didukung etos penelitian, akan tidak efektif.

“Di Korea, Jepang, dan Jerman antara dunia industri dan peruguruan tinggi sangat erat kerjasama. Kebutuhan industri seperti untuk perkembangan produk maupun perkembangan pemasaran segala macam itu harus didukung penelitian,” tuturnya.

Bambang sudah melakukan sejumlah penelitian yang berkaitan dengan perparkiran, manajemen lalu lintas, dan sebagainya yang berhubungan dengan disiplin ilmu yang dimiliki.

Hasil penelitian itu, bisa diaplikasikan dengan bekerjasama pihak Dinas Perhubungan atau pun Pekerjaan Umum dan Tata Ruang sebagai lembaga teknis. Selama penelitian, dia bisa mendapatkan dana hibah hingga Rp 100 juta. Nominal itu, kata dia, terbilang kecil dibandingkan saat ini yang bisa mencapai Rp 200 juta untuk sekali penelitian.

Join The Discussion