Dikutip dari pikiran-rakyat.com, suhu ekstrim menghancurkan rumput laut, lamun, dan karang –dengan dampak yang mengkhawatirkan bagi umat manusia.
Dilansir laman The Guardian, Selasa (5/3/2019), para ilmuwan mengungkapkan bahwa jumlah gelombang panas yang mempengaruhi lautan di planet ini telah meningkat tajam, membunuh petak-petak kehidupan laut layaknya kebakaran hutan yang mengambil area hutan yang luas.
Mereka juga mengatakan bahwa kerusakan yang disebabkan di titik-titik panas ini juga berbahaya bagi umat manusia, yang bergantung pada lautan untuk oksigen, makanan, perlindungan badai, dan penghilangan karbon dioksida atmosfer yang memanaskan iklim.
Pemanasan global secara bertahap meningkatkan suhu rata-rata lautan, tetapi penelitian baru ini adalah analisis global sistematis pertama terhadap gelombang panas laut, ketika suhu mencapai tingkat ekstrimnya selama lima hari atau lebih.
Lebih sering
Penelitian menemukan bahwa gelombang panas menjadi lebih sering terjadi, berkepanjangan dan parah, dengan jumlah hari gelombang panas tiga kali lipat dalam beberapa tahun terakhir. Dalam jangka panjang, jumlah hari gelombang panas melonjak lebih dari 50% dalam 30 tahun hingga 2016, dibandingkan dengan periode 1925 hingga 1954.
Karena gelombang panas meningkat, hutan rumput laut, padang lamun, dan terumbu karang hilang. Spesies dasar ini sangat penting bagi kehidupan di laut. Spesies-spesies ini menyediakan tempat berlindung dan makanan untuk spesies laut lainnya.
“Di daratan terdapat kebakaran hutan yang disebabkan oleh gelombang panas yang mengambil area hutan yang sangat luas, tetapi hal tersebut juga terjadi di bawah air,” kata Dan Smale dari Marine Biological Association di Plymouth, Inggris, yang memimpin penelitian yang dipublikasikan di Nature Climate Change.
“Anda melihat rumput laut dan lamun mati di depan anda. Dalam beberapa minggu atau bulan mereka hilang begitu saja, sepanjang ratusan kilometer dari garis pantai.”
Hari-hari gelombang panas laut dilaporkan telah meningkat tiga kali lipat dalam beberapa tahun terakhir
Selain menghitung peningkatan gelombang panas, tim ini juga menganalisis 116 makalah penelitian tentang delapan gelombang panas laut yang dipelajari dengan baik, seperti pemecah rekor “Ningaloo Nino” yang melanda Australia pada tahun 2011 dan gumpalan panas yang bertahan di timur laut Pasifik dari tahun 2013 hingga 2016.
“Mereka berdampak buruk pada berbagai organisme, dari plankton hingga invertebrata, ikan, mamalia, dan burung laut,” kata Smale seperti dikutip The Guardian.
Para ilmuwan membandingkan daerah-daerah dimana gelombang panas telah meningkat dengan daerah-daerah yang menyimpan keanekaragaman hayati yang sudah dekat dengan batas suhu mereka serta daerah-daerah yang dimana tekanan tambahan, seperti polusi atau penangkapan ikan berlebih, sudah terjadi. Penelitian ini mengungkapkan titik-titik bahaya dari timur laut Atlantik ke Karibia ke Pasifik barat.
“Banyak sistem laut yang hancur karena berbagai tekanan,” kata Smale.
El nino
Siklus laut alami El Nino adalah faktor utama dalam kenaikkan suhu di beberapa bagian lautan dan efek pemanasan global terhadap fenomena tersebut masih belum pasti, tetapi pemanasan keseluruhan yang bertahap terhadap lautan berarti gelombang panas lebih buruk ketika mereka menyerang.
“Suhu awal jauh lebih tinggi, sehingga suhu absolut (dalam gelombang panas) jauh lebih tinggi dan lebih membuat stres,” kata Smale.
Beberapa satwa liar laut bergerak dan secara teori bisa berenang ke perairan yang lebih dingin, tetapi gelombang panas di laut sering menyerang daerah besar lebih cepat daripada pergerakan ikan.
Para peneliti mengatakan bahwa gelombang panas lautan dapat memiliki konsekuensi sosial ekonomi dan politik, seperti di Atlantik barat pada tahun 2012, ketika stok lobster terpengaruh secara dramatis, menciptakan ketegangan di perbatasan AS-Kanada.