JAKARTA – Badan Litbang Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar sosialisasi kebijakan pengukuran Indeks Pengelolaan Keuangan Daerah (IPKD) Sesi ke-III, Kamis, 9 September 2021. Sosialisasi tersebut dihelat sebagai langkah untuk menyamakan pemahaman terkait kebijakan pengukuran IPKD bersama pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dari 15 provinsi di wilayah Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan Nusa Tenggara Barat. Di sisi lain, agenda tersebut juga dilakukan guna mendorong peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah secara tertib, taat kepada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
“Pasal 283 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mengamanatkan bahwa pengelolaan keuangan daerah perlu dilakukan secara efektif, efisien dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa kebermanfaatan. Maka dari itu Kemendagri akan melakukan pengukuran IPKD baik di provinsi, kabupaten, ataupun kota,” ujar Kepala Badan Litbang Kemendagri, Agus Fatoni secara virtual yang menjadi keynote speaker acara Webinar Sosialisasi Kebijakan Pengukuran Indeks Pengelolaan Keuangan Daerah, Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Regional Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan NTB, Kamis, 9 September 2021.
Fatoni melanjutkan, pengukuran IPKD dilaksanakan berdasarkan beberapa regulasi, di antaranya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 tahun 2020 tentang Pengukuran Indeks Pengelolaan Keuangan Daerah. Diharapkan melalui pengukuran IPKD tersebut nantinya pemerintah daerah mampu meningkatkan kualitas kinerja tata kelola keuangan daerahnya. Guna memudahkan pengukuran IPKD, Kemendagri telah membuat sistem aplikasi pengukuran IPKD yang user-friendly sehingga input dokumen dapat dilakukan dengan lebih mudah, dan pengukuran bisa dilakukan secara otomatis.
Fatoni menjelaskan melalui pengukuran IPKD tersebut akan ditetapkan satu daerah provinsi berpredikat terbaik pada masing-masing kategori kemampuan keuangan daerah tinggi, sedang, dan rendah. Di sisi lain, juga akan ditentukan satu daerah kabupaten dan kota terbaik di dalam kategori yang sama. Untuk daerah yang memperoleh predikat terbaik berdasarkan kategori tersebut, ungkap Fatoni, akan diberikan penghargaan dan dijadikan sebagai dasar untuk diberikan insentif sesuai ketentuan perundang-undangan yang akan diberikan oleh Menteri Dalam Negeri.
Di sisi lain, melalui pengukuran IPKD juga akan dihasilkan satu daerah provinsi berpredikat terburuk pada masing-masing kategori kemampuan keuangan tinggi, sedang, dan rendah. Predikat yang sama juga akan diberikan pada masing-masing satu kabupaten dan satu kota dalam klaster yang sama. “Untuk predikat terburuk pada daerah dengan masing-masing klaster kemampuan keuangan tersebut akan diberikan pembinaan secara khusus oleh Kemendagri,” jelas Fatoni.
Sementara itu, Kepala Pusat Litbang Pembangunan dan Keuangan Daerah Badan Litbang Kemendagri, Sumule Tumbo menyampaikan bahwa berdasarkan Permendagri Nomor 19 tahun 2020, secara teknis kewenangan pengukuran IPKD dilakukan oleh dua pihak, yaitu Menteri Dalam Negeri dan Gubernur. Pada pengukuran IPKD di tingkat provinsi, pengukurannya dilakukan Mendagri melalui Kepala Badan Litbang Kemendagri. Sedangkan pada tingkat kabupaten dan kota, proses pengukurannya dilaksanakan oleh gubernur melalui Badan Litbang Daerah Provinsi atau sebutan lainnya. “Dalam hal ini gubernur juga melaporkan hasil pengukuran IPKD tersebut kepada Menteri Dalam Negeri melalui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri,” ujar Sumule.
Sumule meminta agar pemerintah daerah segera melakukan penginputan dokumen yang dibutuhkan melalui laman http://ipkd-bpp.kemendagri.go.id. Adapun dokumen tersebut di antaranya dokumen perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah. Selain itu, dokumen juga terdiri dari opini BPK atas LKPD selama 3 (tiga) tahun terakhir berturut-turut. “Diharapkan pemerintah daerah untuk menginput dokumen-dokumen tersebut agar proses pengukuran dapat segera dilakukan,” tambah Sumule.
Sebagai informasi, bertindak sebagai narasumber lainnya dalam acara tersebut, Tenaga Ahli Teknologi Informasi Pusdatin Kemendagri, Herman Afandi. Selain itu, agenda itu juga dihadiri jajaran perangkat daerah dari unsur Sekretariat Daerah, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah, serta Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi dan Kabupaten/Kota Regional Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan NTB.