Apakah seekor gajah bisa kentut? Bagaimana dengan badak? Atau, mungkinkah ada ikan yang hidup matinya bergantung dengan kentut mereka?
Berawal dari sebuah pertanyaan apakah ular juga bisa kentut, Dani Rabbioti, seorang mahasiswa doktoral di Zoological Society of London, dan rekannya Nick Caruso, ahli ekologi di Virginia Tech, melakukan penelitian tentang kentut di dunia binatang.
Mereka menuliskan hasilnya dalam sebuah buku berjudul Does it Fart? A Definitive Field Guide to Animal Flatulence. Buku setebal 133 halaman yang terbit Selasa (3/4/2018) lalu, mengungkap banyak hal yang belum diketahui tentang perilaku hewan, khususnya masalah kentut hewan.
“Masih banyak yang tidak kita ketahui tentang kentut, atau banyak aspek lain tentang biologi,” kata Caruso, dikutip dari Vox, Selasa (3/4/2018).
Di bawah ini adalah beberapa hasil penelitian Caruso dan Rabbioti tentang kentut hewan yang menarik untuk diuraikan.
Kentut hewan ternyata wujudnya bermacam-macam
Sebelumnya, kedua peneliti sepakat mendefinisikan istilah kentut sebagai gas yang dikeluarkan dari sebuah lubang yang letaknya berlawanan dengan mulut. Pada manusia atau hewan jenis mamalia, kentut adalah efek dari proses pencernaan makanan di usus. Mikroba di dalam usus membantu mengurai makanan yang berserat, khususnya pada jenis biji-bijian dan sayuran, dan menghasilkan gas CO2 dan metana.
Kuda, gajah, badak dan kambing juga mengeluarkan kentut karena mereka menyantap makanan berserat, seperti rumput-rumputan. Hewan yang makan daging merah juga mengeluarkan kentut, misalnya anjing laut. Daging merah mengandung belerang dan senyawa yang mengeluarkan bau busuk, dan kentut anjing laut memang sangat bau, seperti bau amis ikan, kata peneliti.
Sementara itu, ular Sorona yang habitatnya di terumbu karang memiliki lubang mirip anus yang disebut kloaka. Lubang ini bisa menyedot udara lalu mengeluarkannya lagi untuk mengusir predator. Zebra dan sapi juga mengeluarkan kentut, dan setiap tahun sapi mengeluarkan gas metana sebanyak 100 hingga 200 kilogram yang menyebabkan masalah besar bagi perubahan iklim.
Gurita tidak mengeluarkan gas, tetapi air untuk berenang di lautan sehingga para peneliti menyebutnya “kentut palsu”. Burung kakatua tidak kentut, tetapi pintar menirukan suara kentut. Lalu, peneliti tidak mengetahui apakah laba-laba bisa kentut atau tidak karena memang belum diteliti lebih jauh. Sementara itu, mamalia paus diyakini bisa kentut, meskipun peneliti “hanya merekam buktinya melalui sejumlah rekaman kamera”.
Rabbioti dan Caruso mendedikasikan satu bagian khusus untuk kungkang. Hewan yang terkenal lambat ini rupanya juga mempunyai pencernaan yang lambat. Padahal, mereka memakan banyak tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan gas. Sebagai solusi, kungkang pun menyerap kembali gas menggunakan pencernaan mereka, memindahkannya ke aliran darah, dan dikeluarkan melalui paru-paru.
Untuk salamander atau hewan amfibi lainnya, para peneliti tidak tahu apakah mereka kentut atau tidak. Pasalnya, peneliti menganggap bahwa hewan tersebut “tidak memiliki otot yang dapat berkontraksi cukup kuat untuk mencipnskskncnjcnc ctakan tekanan yang dalam untuk memproduksi kentut”.
Dubur mereka memang mengalirkan gas secara terus-menerus, tetapi apakah itu kentut? Peneliti menganggap beberapa pertanyaan dalam sains sebaiknya diserahkan kepada ahli filsafat. Hal menarik lain yang diungkapkan dalam buku adalah dunia sains belum pernah mencatat mengenai kentut kelelawar. Bisa jadi kelelawar memang tidak pernah kentut karena hewan in mencerna makanan dan mengeluarkannya kembali dalam hitungan menit.
Untuk alasan tertentu, kentut bisa menyelamatkan hidup hewan
Ikan herring yang sering dijadikan acar memanfaatkan kentut untuk berkomunikasi dengan kawanannya agar selalu dekat dalam segala kondisi. Sementara itu, dugong atau lembu laut akan menahan kentut agar bisa mengapung di air. Mereka hanya akan kentut ketika ingin menyelam ke air.
Caruso mengatakan, akan sangat mudah melihat dugong yang sedang sembelit karena saat mereka mengapung dengan posisi ekor keluar dari air, maka mereka sedang kesulitan mengeluarkan kentut mereka.
Lalu, ada sejenis serangga yang mirip persilangan antara capung dan ngengat, yaitu Berothidae. Saat hewan ini dalam tahap menjadi larva, kentutnya yang beracun akan membunuh rayap yang mendekat untuk dijadikan mangsa.
Sementara itu, ada ikan air tawar Cyprinodontidae yang hidup matinya bergantung pada kentut. Ikan kecil yang banyak ditemukan di sungai-sungai Amerika Selatan ini memakan ganggang di sungai.
Ganggang akan menghasilkan gas dan membuat usus ikan mengembang. Akibatnya, tubuh ikan akan naik ke permukaan dan mengapung. Posisi ini membuat ikan sangat rentan dimangsa predator. Oleh karena itu, mereka harus segera kentut apabila ingin nyawanya selamat.
“Saya pikir itu lucu. Bayangkan mereka melompat-lompat di permukaan, berusaha mati-matian untuk kentut. Bagi saya, itu adalah versi neraka yang sangat menyiksa,” kata Rabbioti.
Apakah dinosaurus kentut?
Semua orang tahu bahwa dinosaurus pernah menjadi penguasa di bumi ini pada masa lalu. Namun, apakah mereka bisa kentut? Peneliti tidak yakin 100 persen, tetapi berikut penjelasan mereka.
Ambillah burung zaman sekarang sebagai contoh. Burung yang diyakini adalah hasil evolusi dinosaurus, secara umum tidak mengeluarkan kentut karena kekurangan bakteri di perut untuk membentuk gas.
Namun, patut diingat bahwa dinosaurus sangat beragam. Ada pemakan daging seperti Tyrannosaurus yang menakutkan, dan ada raksasa seperti Sauropoda yang hanya memakan tumbuhan. “Hewan-hewan itu mungkin dulu kentut, tapi sekarang tidak mungkin lagi,” kata Rabiotti. (nationalgeographic.co.id)