JAKARTA – Saat ini jumlah peneliti perempuan di Indonesia masih sedikit, yakni hanya 30 persen. Kesenjangan gender dalam sains hingga persepsi bahwa penelitian tidak cocok bagi perempuan menjadi beberapa faktor penyebabnya.
Kendati demikian, hal tersebut tak berlaku pada Andrianti Ningrum, Azzania Fibriani, Fitri Khoerunnisa, dan Yenny Meliana. Sebab, empat srikandi dari institusi berbeda ini justru menjadi ilmuwan perempuan berprestasi berkat risetnya.
Azzania merupakan seorang doktor dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (ITB). Belakangan, ia mengembangkan suatu sistem untuk menyeleksi obat anti-HIV dengan cepat, tepat, dan efisien.
“Sistem ini dibangun dengan mikroba rekombinan yang membawa tiga gen penting. Sistem akan memberi sinyal positif jika terdapat senyawa yang dapat menghambat penambahan virus HIV, begitu juga sebaliknya,” ujarnya, baru-baru ini.
Sedangkan peneliti lainnya, Fitri, menilai jika ketersediaan air bersih sangat penting bagi masyarakat. Peneliti dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini mengembangkan teknologi membran sebagai metode dalam permunian air. Menurut dia, cara ini efisien juga baik dalam aspek teknis.
“Dalam penelitian ini akan dilakukan pabrikasi dan pengujian performa membran ultrafiltrasi untuk aplikasi pemurnian air,” paparnya.
Dua peneliti lainnya, yakni Andriati dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Yenny Meliana dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga tak kalah mengembangkan penelitian yang bermanfaat. Andriati menuliskan proposal berjudul ‘Biocatalytic Natural Flavor Formation from Natural Colorant in Selected Fruit Pomace Rich in Carotenoids as A Green Chemistry Technique’. Sementara Yenny mengembangkan studi untuk obat antimalaria.
Berkat penelitian luar biasa tersebut, empat srikandi itu berhak meraih apresiasi dari ajang penghargaan bertajuk Women in Science. Mereka juga mendapat dana masing-masing sebesar Rp80 juta untuk digunakan dalam melanjutkan penelitiannya. (IFR/Okezone)
