News

Eksplorasi Keanekaragaman Hayati Terkendala Anggaran Minim

BOGOR – Indonesia memiliki banyak keanekaragaman hayati yang belum terkuak. Apalagi negeri ini menyandang sebagai salah satu negara mega biodiversitas di dunia. Sayangnya, proses inventarisasi keanekaragaman hayati itu berjalan lamban akibat masih terkendala anggaran yang minim.

Proses inventarisasi yang lamban memicu kekhawatiran adanya jenis-jenis keanekaragaman hayati sudah punah duluan sebelum sempat diidentifikasi. “Oleh karena itu, kegiatan eksplorasi untuk inventarisasi ini sangat penting dan ini bukanlah hal yang mudah,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bambang Subiyanto.

Menurut Bambang, hasil eksplorasi tidak hanya sebatas identifikasi dan inventarisasi semata, namun juga menggali potensi pemanfaatannya. Untuk itu, eksplorasi keanekaragaman hayati melalui kegiatan ekspedisi seharusnya mendapat dukungan anggaran yang memadai. Bahkan, dalam tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), keanekaragaman hayati memiliki peran mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan tersebut.

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati (IPH) LIPI, Enny Sudarmonowaty menuturkan, idealnya kegiatan eksplorasi memerlukan dana lebih dari Rp 1 Miliar. Dengan dana yang terbatas, LIPI tetap memaksimalkan eksplorasi dan ekspedisi keanekaragaman hayati. “Biaya yang kita keluarkan kurang dari Rp 1 Miliar, dan waktu yang seharusnya tiga minggu juga kita padatkan menjadi dua minggu,” ujarnya.
 
Dengan minimnya inventaris data keanekaragaman hayati, Indonesia perlu mempercepat pendataan karena sudah melakukan ratifikasi terkait keanekaragaman hayati. Menurut Enny, pihaknya telah bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait, perguruan tinggi, serta terbuka akan partisipasi pihak luar negeri. “Namun kami di sini tegas dan ketat, salah satunya terkait Material Transfer Agreement (MTA) agar Indonesia tidak dirugikan,” tegasnya.
 
Deputi Menteri PPN/Bappenas Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan, Subandi Sardjoko mengimbuhkan, diperkirakan dari 5-30 juta jenis keanekaragaman hayati dunia, baru sekitar 1,78 juta jenis flora, fauna, dan mikroba yang telah teridentifikasi. “Sebagai salah satu mega biodiversitas di dunia, sangat wajar bila potensi keanekaragaman hayati menjadi perhatian dalam pembangunan ilmu pengetahuan dan penelitian ilmiah,” ujarnya.  
 
Subandi menyadari, minimnya pemahaman dan penguasaan teknologi di bidang tersebut, keterbatasan infrastruktur penelitian serta terbatasnya dana penelitian untuk menjadi tantangan besar dalam pengembangan dan pemanfaatan bioresources. “Kita perlu memperkuat kemitraan Triple Helix sekaligus menciptakan ekosistem yang baik dan kondusif untuk dapat menumbuhkan kemitraan strategis yang dapat memberi manfaat masing-masing pihak,” katanya.

Sebagai informasi, bersamaan dengan pembukaan Bioresources Science Week Fair, LIPI dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meluncurkan buku Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) 12 jenis pohon langka untuk menjadi pedoman bagi pengelolaan hutan dan sumber daya hayati Indonesia, serta meluncurkan Prekursor Buku Daftar Merah Indonesia yang meliputi 50 jenis pohon kayu komersial dalam usaha konservasi.
 
Sains dan Diseminasi
 
Sementara itu dalam rangka peringatan 50 tahun LIPI yang jatuh pada 23 Agustus lalu, Kedeputian IPH LIPI melakukan berbagai kegiatan sains dan diseminasi yang terangkum dalam BSWF pada 4-9 September 2017. “Ini merupakan salah satu tanggung jawab kami kepada masyarakat bagaimana selama ini kami berperan dalam membangun bangsa,” ungkap Enny.
 
Enny berharap, dengan kegiatan tersebut hasil penelitian khususnya di Kedeputian IPH LIPI dapat dimanfaatkan masyarakat, lembaga/institusi lain, serta menarik pihak industri untuk mendukung hilirisasi riset. Dirinya juga berharap kegiatan tersebut dapat menjadi ajang untuk mempromosikan kerja sama penelitian antar peneliti dan memperkuat jejaring nasional serta internasional seluruh pusat penelitian di bawah Kedeputian IPH LIPI. 
 
Pameran dan kegiatan sain ini diikuti oleh satuan kerja di bawah Kedeputian IPH LIPI, antara lain Pusat Penelitian Bioteknologi, Pusat Penelitian Biologi, Pusat Penelitian Biomaterial, Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya yang diikuti satuan kerja di bawahnya seperti Balai Konservasi Tumbuhan (BKT) Kebun Raya Cibodas, BKT Kebun Raya Purwodadi, dan BKT Kebun Raya “Eka Karya” Bali. 
 
Adapun kegiatan BSWF tersebut diisi dengan beberapa kegiatan utama, di antaranya Science in Touch yang merupakan kegiatan pameran interaktif dimana pengunjung dapat memiliki pengalaman memanfaatkan hasil-hasil penelitian dan mencoba menerapkan teknologi penelitian terkait. Kemudian, ada Student Science Council yang merupakan kegiatan untuk membentuk Bioresources Community yang aktif dalam kegiatan bertema Bioresources for Better Life.
 
Ada pula Stakeholder Exhibition yang merupakan pameran produk/teknologi berbasis penggunaan bioresources oleh stakeholder yang belum dan sudah bekerja sama dengan satuan kerja di Kedeputian IPH LIPI. Kegiatan ini juga menjadi ajang inisiasi kerja sama antara peneliti dengan stakeholder. Beberapa stakeholder yang telah bekerja sama dengan LIPI, di antaranya Biofarma, IL3, Merck, L’Oreal, dan Martina Berto.

Selain itu, BSWF juga diisi dengan Open House yang merupakan program di bawah koordinasi Bidang Pengelolaan dan Diseminasi Hasil Penelitian (PDHP) masing-masing satuan kerja Kedeputian IPH LIPI. Kegiatan open house ini meliputi pameran laboratorium atau unit penelitian di luar laboratorium. Pengunjung dapat melihat aktivitas dan juga diskusi ringan, mini laboratorium, dan demonstrasi penelitian. Khusus kegiatan tersebut, diselenggarakan di masing-masing satuan kerja. (LIPI)

 

Join The Discussion