Jakarta — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menilai KTP Elektronik (E-KTP) Indonesia jauh lebih unggul dibandingkan ‘Mycard’ Malaysia. Selain validitas data kependudukan yang akurat, pembiyaan kartu identitas tersebut juga tergolong murah.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan, pihak Kemendagri sempat melakukan studi banding ke Malaysia terkait kartu kependudukan. Ternyata, banyak hal yang patut dibanggakan dari sistem E-KTP ini.
“Dari sisi validitas, Malaysia hanya identifikasi dua jari. Sedangkan kita 10 jari, plus pemindaian mata. Luar biasa jaminan keakuratannya E-KTP ini,” kata Gamawan dalam Rakernas Pendaftaran Penduduk di Jakarta, Selasa (16/9).
Selain itu, dari aspek pembiayaan, kata dia, E-KTP tergolong murah. Saat perekaman masyarakat hanya dikenakan biaya Rp 16 ribu, padahal Malaysia memungut ongkos 21 ringgit atau Rp 70 ribu. Bahkan, awalnya bisa mencapai 33 ringgit atau setara Rp 133 ribu.
Menurut dia, capaian pemerintah dalam mendistribusikan E-KTP juga tergolong berhasil. Sebab, pada 2013 dari target 172 juta pencetakan dan pembagian ke masyarakat, Kemendagri melampaui angka tersebut yakni hingga 175 blanko E-KTP.
“Keberhasilan ini harus kita lanjutkan dengan strategi dan pola baru dalam mendata kependudukan masyarakat,” ujar dia.
Ke depannya, akan ada istilah jemput bola dalam pelayanan E-KTP. Dengan begitu, masyarakat tak perlu lagi datang ke kecamatan untuk merekam data. Selain itu, pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada kabupaten/kota melakukan percetakan.
“Di seluruh dunia, persoalan kependudukan itu diatur pusat, hanya Indonesia yang melakukan inovasi ini,” kata dia.
Gamawan mengatakan, pemerintah pusat dan daerah tidak boleh saling melempar kesalahan jika ada kekurangan dalam proses E-KTP ini. Aturan dalam UU No. 24 Tahun 2013 tentang administrasi kependudukan, juga harus diterapkan maksimal.
Berdasarkan UU tersebut, Kemendagri berhak memilih kepala dinas kependudukan dan catatan sipil kabupaten/kota dalam menerapkan kebijakan ini. Pola ini, kata dia, dapat mengurangi ketegangan antara pusat dan daerah terkait urusan E-KTP.
“Sedangkan Ditjen Dukcapil Kemendagri harus membuat SOP administrasi kependudukan. Misalkan, pusat harus melakukan pendataan selama berapa lama, dan kapan data tersebut dikembalikan ke daerah,” ujar Gamawan.
Sumber :www.republika.co.id