Jakarta, – Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan mengaku pernah ditelepon Atut Chosiyah selaku Gubernur Banten untuk membicarakan pemilihan kepala daerah (pilkada). Menurut Djohan, telepon dari Atut itu sebatas konsultasi mengenai kemungkinan adanya pemungutan suara ulang (PSU) dalam pilkada.
“Bu Gubernur sampaikan ke saya mau konsultasi. Soal pilkada. Boleh tidak dilaksanakan pilkada tahun 2014,” kata Djohan, saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada Lebak dengan terdakwa Atut, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (5/6/2014).
Melalui telepon itu, Djohan kemudian menyampaikan kepada Atut bahwa pilkada harus diselesaikan sebelum Pemilu 2014, sedangkan pilkada ulang masih dapat dilakukan. Namun, menurut Djohan, saat itu Atut tak menyebut pilkada mana yang akan dilakukan pemungutan suara ulang.
“Saya bilang, pilkada ulang praktiknya dimungkinkan. Kalau pilkada induk tidak boleh,” terang Djohan.
Berdasarkan surat dakwaan, telepon dari Atut tersebut terkait Pilkada Lebak, Banten. Dalam Pilkada Lebak, pasangan calon bupati dan wakilnya, Amir-Kasmin kalah suara dengan pasangan Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi. Atas kekalahan itu, Amir mengajukan keberatan hasil Pilkada Lebak ke MK.
Untuk pengurusan sengketa Pilkada Lebak, Atut diduga memerintahkan adiknya, yaitu Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, agar menyediakan dana untuk Ketua MK saat itu Akil Mochtar. Wawan kemudian bersedia memberikan Rp 1 miliar melalui Susi Tur Andayani. Susi adalah pengacara Amir-Kasmin.
Uang itu diduga untuk mempengaruhi Akil dalam memutus permohonan keberatan hasil Pilkada Lebak yang diajukan pasangan Amir dan Kasmin.
Akhirnya, dalam sidang pleno, MK memutuskan membatalkan keputusan KPU Lebak tentang hasil penghitungan perolehan suara Bupati dan Wakil Bupati Lebak dan memerintahkan KPU Lebak melaksanakan PSU.
Sumber : www.kompas.com