News

Cerita Mahasiswa Indonesia yang Didanai Ratusan Juta dari Asing

Jakarta – Memutuskan untuk tidak langsung bekerja setelah tamat S1 dari Universitas Andalas Padang, namun membina relasi dan menekuni bidang yang ingin diteliti, membuat Heru Handika, mahasiswa S2 di University of Melbourne ini bisa belajar ke luar negeri, mengunjungi berbagai negara dan penelitiannya dimuat di jurnal internasional.

Saat saya dinyatakan lulus S1 dari Jurusan Biologi di Universitas Andalas di Padang (Sumatera Barat), tantangan terbesar adalah meyakinkan banyak orang bahwa saya belum ingin memasuki dunia pekerjaan.

Tantangan berikutnya bagaimana bertahan dalam kondisi tanpa penghasilan tetap. Setelah melihat dengan kacamata sekarang. Dua tahun yang saya lalui tanpa penghasilan bulanan merupakan bagian paling produktif dalam hidup saya.

Kita hidup terperangkap dengan dogma. Pilihan untuk tidak melamar pekerjaan setelah lulus kuliah selalu dipertanyakan banyak orang.

Apalagi jika tidak langsung lanjut S2. Sudah berapa kesempatan saya lewatkan.

Entah berapa kali saya harus menjelaskan kepada orang tua bahwa saya belum mau melamar pekerjaan.

Kalau itu bukan pekerjaan yang ada hitam di atas putihnya dengan penghasilan tetap, maka dianggap tidak bekerja. Sampai sekarang ijazah saya belum pernah saya gunakan untuk melamar pekerjaan.

Saya berasal dari jurusan biologi. Bukan rahasia umum, kebanyakan dari kami berakhir di bidang yang tidak ada hubungannya dengan biologi.

Banyak jurusan lain sebenarnya juga seperti ini. Namun, saya lebih memilih bertahan dengan keyakinan bahwa bidang saya punya peluang yang besar. Memang tidak mudah. Apalagi banyak teman sudah berpenghasilan tetap, meskipun memilih jalan di luar biologi.

Sejak awal kuliah S1 sudah diisyaratkan, tidak banyak lapangan pekerjaan tersedia di bidang biologi.

Ini bisa dilihat dari lowongan pekerjaan yang tersedia setiap tahunnya, baik di perusahaan maupun di pemerintahan.

 
 

Awal tahun kedua kuliah, sering ditandai dengan eksodus besar-besaran teman seangkatan. Mereka mengulang kembali ujian seleksi universitas dan mencoba peruntungan di jurusan lain.

Saya mencoba melihat jurusan saya dengan perspektif yang lain. Ketika banyak yang tak berhasil mendapatkan pekerjaan dengan ke-biologi-annya, bukan berarti itu tidak mungkin.

Sejak tahun dua kuliah saya menyibukkan diri mengirim e-mail secara acak ke peneliti-peneliti asing di bidang yang saya sukai.

Saya membangun koneksi. Mencoba mencari peluang lain ketika peluang di dalam negeri sangat kecil.

Hanya lima persen dari e-mail tersebut yang mendapat respon baik. Itulah yang terus saya jaga hingga saya lulus S1, sampai sekarang sudah kuliah S2.

Kontak-kontak tersebut yang kemudian saya manfaatkan ketika saya lulus.

Saya lupakan ribetnya urusan melamar pekerjaan, mendaftar CPNS, maupun mempersiapkan diri menghadapi wawancara pekerjaan.

Saya menyibukkan diri dengan menulis proposal penelitian. Meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris dan mencoba mencari jalan untuk kuliah lagi dengan beasiswa.

Walaupun banyak yang menganggap saya tidak bekerja.

Masa selama dua tahun yang selalu dianggap tidak bekerja, menjadi waktu paling berharga yang berguna untuk hari ini.

Dua proposal saya didanai dengan nilai USD $9,500 (sekitar Rp 100 juta) . Saya juga terlibat di tiga proposal lain. Nilai ketiganya sekitar USD10,000 (sekitar Rp 130 juta).
Tidak banyak memang. Tapi, untuk seorang pengangguran, merupakan angka yang cukup besar.

Dana tersebut saya gunakan untuk melakukan penelitian di beberapa gunung di Sumatera. Melanjutkan bidang yang saya cintai. Saya juga mendapat hibah cuma-cuma USD2,000 dari seorang teman peneliti. Selama dua tahun yang dianggap tidak bekerja, saya menemui diri saya telah berada di berbagai pulau di Indonesia.

Empat pulau besar, kecuali Papua dan beberapa pulau kecil termasuk Bangka dan Belitung.

Saya juga menemui diri saya menjadi satu-satunya orang Indonesia yang diundang penelitian di Filipina.

Penelitian ini kerja sama tiga universitas di Amerika Serikat dengan Museum Nasional Filipina. Saya menjadi satu-satunya yang dipercaya untuk mengkaji mamalia di lokasi penelitian di Pulau Samar, Filipina.

Saya juga berhasil meningkatkan Bahasa Inggris saya 100 poin lebih (skala TOEFL ITP) dalam waktu sekitar enam bulan.

Pencapaian itu tidak seberapa. Tapi menjadi pelajaran berharga bagi saya. Bahwa idealisme itu bisa dipertahankan.

Keyakinan harus diperjuangkan. Bidang yang dianggap tidak meyakinkan, sebenarnya punya peluang besar.

Hanya tergantung kacamata mana yang kita gunakan untuk melihatnya. Ketika gerombolan tidak berhasil, maka keluarlah dari gerombolan.

Kalau pun kita gagal, kita gagal karena pilihan sendiri, bukan mengikuti orang lain. Gagal karena pilihan sendiri selalu memberikan pelajaran yang berharga.

Bukan menyesal meratapi pilihan orang lain yang kita jalani.

Saya masih berada di tahun kedua kuliah S2. Tapi, nama saya telah menjadi salah satu penulis di tiga publikasi internasional di jurnal utama di bidang saya.

Salah satunya tentang penemuan tikus hidung babi menjadi berita utama di media-media nasional dan internasional. Majalah Times menobatkannya sebagai ” Top Ten of Everything 2015″.

 

Saya juga mendapatkan kesempatan berkeliling di tujuh kota (enam negara bagian) di Amerika Serikat. Ini terjadi tahun lalu.

Di Amerika Serikat, saya akhirnya bertemu dengan Dr Larry Heaney, peneliti mamalia di Field Museum.

Saya membangun kontak dengan Dr Larry sejak tahun kedua kuliah, dan akhirnya bisa bertemu secara langsung sekaligus menginap di rumahnya enam tahun kemudian di Amerika Serikat.

Saya juga menjadi tamu khusus di Kebun Binatang San Diego Zoo, California dan saya mendapatkan kesempatan memberi makan kura-kura Galapagos yang menurut penjaganya sudah berusia 100 tahun lebih.

Jika saya memilih mengikuti perkataan orang, cerita hari ini akan berbeda.

Sekali lagi, pencapaian saya tidak banyak. Banyak orang yang lebih baik dari saya.

Tulisan ini juga tidak ditujukan untuk menyerang mereka yang memilih jalan pragmatis.

Saya hanya ingin menyampaikan bahwa untuk mengejar sesuatu yang kita yakini, terkadang kita perlu menutup mata dan telinga melihat dan mendengarkan orang lain. (IFR/Detik.com)

Join The Discussion