Jakarta- Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengajak masyarakat turut berkontribusi mencegah lonjakan inflasi dengan menanam bahan pangan secara mandiri. Pertanian dengan konsep mandiri tersebut merupakan kunci utama dalam menjaga ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor, yang kerap menjadi pemicu kenaikan harga hingga berujung inflasi.
Dalam sambutanya, Kepala Pusat Strategi Kebijakan Pembangunan, Keuangan Daerah dan Desa Andi Muhammad Yusuf melihat pertanian mandiri menjadi langkah sederhana yang ke depannya dapat dikembangkan secara lebih luas sehingga paling tidak supply bahan pangan terpenuhi dan inflasi akan lebih melandai.
“Memberikan edukasi kepada masyarakat, menyikapi apa-apa yang harus kita persiapkan terutama yang disampaikan menanam cabai, menanam sayuran minimal untuk konsumsi rumah tangga itu harus kita lakukan. Nanti kita bisa survive dan bisa kita kembangkan,” ungkap Andi pada acara Seminar Analisis Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah Terhadap Laporan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tentang Kondisi Perekonomian Terkini di Sunlake Waterfront Resort and Convention pada Senin, 24 Juni 2024.
Dia melanjutkan, permasalahan inflasi harus disikapi secara tegas mengingat dampaknya cukup luas dan mencakup banyak hal. Maka dari itu, upaya untuk menekan angka inflasi juga tidak bisa dilakukan sendiri, butuh kolaborasi dengan berbagai pihak. Kolaborasi ini diupayakan agar penyelesaian inflasi dapat dilakukan secara cepat, tepat dan menyeluruh.
“Persoalan inflasi ini memang tidak bisa kita abaikan karena siklusnya sangat luar biasa, minggu ini mungkin kita bisa ada pada posisi yang aman, tapi minggu depannya belum tentu. Untuk itu, masalah inflasi harus kita gencar kontrol di lapangan,” jelas Andi.
Sejalan dengan itu, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Tri Yanuarti mengatakan, selain pertanian mandiri, penyelesaian inflasi juga dapat dilakukan dengan jalan hilirisasi. Selama ini, hilirisasi lebih banyak terkait mineral dan nikel, kendati berdampak positif terhadap neraca ekspor, namun hilirisi tersebut masih bersifat high tech. Tri berharap ke depan hilirisasi juga dapat menyasar pada sektor-sektor inklusif yang banyak menyerap tenaga kerja, seperti sektor pertanian atau sektor lainnya yang berkaitan dengan pangan.
“Beberapa produk yang kita dorong hilirisasinya jangka pendek ada tiga yakni beras, cabai, bawang supaya ke depan suplainya juga cukup bagus sehingga inflasinya cukup terkendali,” ungkap Tri pada Selasa, 25 Juni 2024 di Sunlake Waterfront Resort and Convention.
Sementara itu, Kepala Kajian Keuangan Publik dan Perencanaan Pembangunan LPEM FE UI Khoirunurrofik mengatakan inflasi memerlukan penanganan yang berbeda tergantung dari pada penyebabnya. Untuk itu, pemerintah daerah perlu memahami determinan atau faktor penentu inflasi baik dari sisi supply maupun demand.
“Dengan memahami determinan faktor ini saya kira (penanganan inflasi) bisa lebih spesifik sehingga kita lebih mudah bagaimana channeling dari strategi-strategi yang disampaikan tadi, dan lebih bisa mengklaster mana saja yang termasuk (faktor) supply dan demand,” jelasnya.
Di lain pihak, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Maxensius Tri Sambodo mengatakan daerah perlu melakukan transformasi ekonomi dengan mengembangkan sumber daya alam pertanian yang regeneratif atau berkelanjutan. Dia menyebut, sama dengan sumber daya tidak terbarukan yang perlu dikelola dengan baik, pertanian juga perlu dikembangkan secara optimal dengan pengetahuan dan teknologi terbaik.
“Menghilirasi atau upaya meningkatkan nilai tambah dan nilai tambah ini tentu tidak semata-mata pada sumber daya tidak terbarukan seperti mineral, tambang,” pungkasnya.