News

Bubarkan FPI, Pekerjaan Mudah bagi Kemendagri

Jakarta – Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, mengatakan Kementerian Dalam Negeri punya hak untuk membubarkan organisasi masyarakat tak berbadan hukum, seperti Front Pembela Islam. Menurut dia membubarkan ormas tak berbadan hukum merupakan pekerjaan yang mudah bagi Kementerian Dalam Negeri.

“Secara teori, Kemendagri tinggal cabut pendaftaran ormas FPI, hanya itu saja,” kata Refly saat dihubungi Tempo, Rabu, 12 November 2014. (Baca: Sutiyoso: Asal Penuhi Syarat, Silakan Bubarkan FPI)

Namun dalam prakteknya, pembubaran suatu ormas tak semudah membalikkan telak tangan. Musababnya selalu muncul dampak sosial jika suatu ormas dibubarkan, terlebih organisasi yang punya massa banyak dan kontroversial seperti FPI. Setidaknya akan muncul pertentangan dan perlawanan yang keras. (Baca: FPI Sudah Dua Kali Dapat Surat Peringatan)

Meski sudah dicabut pendaftarannya, bukan berarti massa FPI tak bisa berkumpul dan melancarkan aksi unjuk rasa. Sebagai warga negara, mereka punya hak untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan aspirasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. “Jika dipaksa (tak boleh berkumpul dan berserikat) bahkan bisa langgar HAM, tapi kalau mereka berbuat onar dan SARA, beda cerita,” kata dia. (Baca: FPI Pernah Ditolak di Daerah-daerah Ini)

Refly menyarankan Kementerian Dalam Negeri menempuh proses persidangan jika ingin membubarkan FPI. Alasannya, di persidangan kedua pihak punya kedudukan yang sama. Selain itu materi yang diperdebatkan pun bukan asal argumentasi melainkan undang-undang. “Hasilnya pun jelas, yakni putusan pengadilan. Jika FPI melanggar putusan ya berarti langgar hukum,” kata dia. (Baca: Dua Jalur Membubarkan FPI)

Senin kemarin, Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengeluarkan surat rekomendasi pembubaran FPI. Surat Ahok tersebut berisi empat poin alasan pembubaran FPI, di antaranya adalah FPI sering melakukan tindakan demonstrasi yang anarkis, menebarkan kebencian, dan menghalangi pelantikan gubernur, serta menimbulkan kemacetan lalu lintas sehingga telah melanggar konstitusi.

Sumber : www. tempo.co.id