News

BSKDN Kemendagri Gelar FGD Matangkan Pedoman Strategi Kebijakan Pusat dan Daerah

Jakarta- Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Focus Group Discussion (FGD) penyusunan Draft Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tentang Pedoman Penyelenggaraan Strategi Kebijakan di Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah di Hotel Orchardz Jayakarta pada Jumat, 3 Oktober 2025.

Kepala BSKDN Yusharto Huntoyungo dalam sambutannya menegaskan pentingnya pedoman tersebut sebagai landasan terarah bagi penyusunan rekomendasi strategi kebijakan yang berkualitas, kredibel, transparan, serta dapat dipertanggungjawabkan. Dia menekankan, pedoman umum yang jelas dan terstruktur dapat menjadi rujukan bagi BSKDN maupun kementerian dan lembaga dalam menghasilkan rekomendasi kebijakan yang konsisten, berbasis bukti atau evidence-based.

Tidak hanya itu, melalui pedoman yang terstruktur, dirinya juga berharap kebijakan yang dihasilkan mampu menjawab isu-isu strategis baik di pusat maupun daerah. “Dengan adanya mekanisme (pedoman) kita akan menghasilkan organisasi dengan metode kerja yang solid, dapat dipertanggungjawabkan prosedurnya,” ungkap Yusharto.

Sejalan dengan itu, Yusharto mengatakan pihaknya berkomitmen melaksanakan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan, baik di tingkat pusat maupun daerah, melalui fasilitasi, asistensi, dan penguatan inovasi yang dapat meningkatkan kompetensi sumber daya manusia serta kapasitas kelembagaan. Harapannya, hal tersebut dapat meningkatkan kualitas rekomendasi kebijakan yang dihasilkan.

“Kami sangat berharap policy brief yang dihasilkan bukan hanya dokumen semata tetapi betul-betul dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah dan juga diterima oleh publik dengan baik,” ujarnya.

Sementara itu, Guru Besar Bidang Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya Mujibur Rahman Khairul Muluk menegaskan bahwa kebijakan publik baik di tingkat nasional maupun daerah seharusnya memenuhi dua kriteria utama, yaitu effective policy dan acceptable policy. Effective policy berarti kebijakan benar-benar mampu menyelesaikan masalah yang dituju, sementara acceptable policy adalah kebijakan yang diterima publik dan tidak mendapat penolakan keras. “Yang paling berbahaya adalah jika kebijakan yang dibuat justru tidak efektif sekaligus tidak diterima oleh publik, ini yang harus dihindari,” tegasnya.

Sementara itu, Analis Hukum Ahli Madya Badan Strategi Kebijakan Hukum Kementerian Hukum (Kemenkum) Risma Sari menyoroti pentingnya penguatan aspek regulasi. Dengan reformasi yang konsisten, diharapkan produk regulasi yang dihasilkan bukan hanya sesuai dengan kebutuhan zaman, tetapi juga memiliki legitimasi kuat di mata publik. Ia juga menyinggung keberadaan Badan Strategi Kebijakan di Kementerian Hukum sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 155 Tahun 2024 dan Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) Nomor 1 Tahun 2024.

“Ke depan, semua peraturan menteri hukum dan HAM akan kami konsolidasikan menjadi peraturan menteri hukum, agar lebih kuat dan terintegrasi,” ujarnya.

Sementara itu, dari perspektif riset, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Imam Radianto, mengingatkan bahwa masih terdapat kesenjangan antara hasil riset dan pemanfaatannya dalam kebijakan publik. Menurutnya, tantangan utama yang dihadapi adalah menjembatani policy brief dengan implementasi.

“Evidence-based policy tidak boleh berhenti pada sekadar bukti, tetapi harus dimanfaatkan secara nyata untuk mendukung pengambilan keputusan dan ketetapan pemerintah, baik di pusat maupun daerah,” pungkasnya.

Join The Discussion