News

BPPBAP Berhasil Budidaya Kepiting Hatcery

SULSEL – Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau berhasil membudidayakan Kepiting Hatcery. Kegiatan tersebut merupakan upaya mendukung Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan no 1 tahun 2015 tentang larangan penangkapan dari alam untuk komoditas lobster, kepiting bakau, dan rajungan.

Kepala BPPBAP Maros, Prof Andi Akhmad Mustafa menyampaikan di Pangkep bahwa, “Peraturan tersebut selaras dengan konsep pembangunan perikanan yang berkelanjutan yang harus tetap memelihara sumberdaya alam untuk generasi mendatang”, namun pasokan benih kepiting dari kegiatan pembenihan diharapkan mampu menjadi solusi penangkapan dari alam akibat permintaan pasar yang tinggi.

Rantai nilai produk kepiting masih bergantung dari penangkapan karena memang benih kepiting belum banyak yang dihasilkan dari unit pembenihan.

Drs. Gunarto, M.Sc, peneliti utama Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) menjelaskan populasi kepiting bakau di alam memang sudah menunjukkan penurunan drastis baik dari segi kuantitas maupun kualitas dilihat dari ukurannya.

Akibatnya, ukuran yang ada di alam didominasi oleh kepiting ukuran yang kecil dan termasuk kategori dilarang untuk ditangkap. “Dengan demikian rantai nilai kepiting bakau mulai dari produsen hingga konsumen menjadi terganggu” jelas pakar kepiting ini.

Para peneliti kepiting bakau di Instalasi pembenihan (hatchery) kepiting bakau milik Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berlokasi di Maranak Kabupaten Maros kembali menunjukkan kinerja positif dengan melakukan ujicoba budidaya pembesaran kepiting dengan benih yang berasal dari instalasi pembenihan tersebut.

Benih tersebut diberikan secara gratis sekaligus pendampingan teknis budidaya oleh tim peneliti kepiting bakau BPPBAP yang disupervisi oleh Drs. Gunarto, M.Sc.

Benih umur 7 hari dengan berat 0,04 g sebanyak 1440 individu dibawa ke tambak yang berlokasi di desa Tekkolabua, Kec Pangkajene, Kabupaten Pangkep. Penebaran dilakukan di tambak milik petambak bernama Salamun atau biasa dipanggil Unda Gassing, umur 70 tahun, tetapi masih lincah beraktivitas. Luas tambak sekitar 5000 m2 dan dipagari dengan waring hitam untuk menjaga agar kepiting tidak lolos keluar tambak.

Pemilihan lokasi tambak di daerah tambak Tekkolabua karena tambak sangat cocok untuk budidaya kepiting bakau. Belum ada masyarakat petambak yang membudidayakan kepiting bakau di lokasi tersebut, sehingga keberhasilan ujicoba budidaya ini bisa sebagai alternatif komoditas budidaya yang menjanjikan karena harganya yang mahal yaitu mencapai 40-50 ribu rupiah/kg/4 ekor.
Dengan demikian dapat menjadi pendapatan tambahan bagi petambak atau pilihan komoditas untuk dibudidayakan. Sistem budidaya kepiting bakau di tambak juga bisa dipolikultur dengan ikan bandeng.

Pemeliharaan kepiting bakau jenis Scylla Serrata di tambak di desa Tekkolabua selama 3 bulan yaitu bulan Maret sampai bulan Juni 2016 hingga mencapai berat rata-rata 200 gr. Suatu kesyukuran di bulan Ramadhan.

 

Sumber: Sulsel Pojoksatu

Join The Discussion