JAKARTA- Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri (BPP Kemendagri), menggelar rapat bersama lembaga think tank independen seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), serta Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) melalui teleconference, Senin (4/6). Rapat yang terbagi dalam dua sesi ini, membahas persiapan kajian evaluasi pemilihan kepala daerah (pilkada) yang bakal dilakukan kedua lembaga tersebut.
Perludem dan Puskapol UI merupakan dua di antara lembaga think tank independen yang digandeng Kemendagri melalui BPP, untuk mengkaji evaluasi pilkada. Selain keduanya, kerja sama evaluasi pilkada juga melibatkan Perhimpunan Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES), Centre for Strategic and International Studies (CSIS), serta beberapa mitra lainnya.
Dalam rapat ini terhubung sejumlah pihak, seperti Plt. Kepala BPP Kemendagri, Dr. Drs. Agus Fatoni, M.Si, Plt. Sekretaris Badan Drs. Horas Maurits Panjaitan, M.Ec.Dev, Plt. Kepala Puslitbang Otda Pol-PUM, Achmad Jani Rivai Yusuf, SH, M.Si, serta beberapa jajaran lainnya. Sementara itu, dari Perludem diwakili oleh Direktur Eksekutif Titi Anggraini, Manajer Program Fadli Ramadhanil, Deputi Direktur Eksekutif Khoirunnisa Nur Agustyati, dan salah seorang peneliti. Sedangkan Puskapol UI, dihadiri oleh Direktur Eksekutif Puskapol UI, Aditya Perdana.
Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil, menjelaskan sejumlah tahapan yang telah dilakukan, termasuk memilih permasalahan yang akan dikaji. Permasalahan yang dimaksud, seperti besarnya biaya kontestasi pilkada oleh pasangan calon, bagaimana dinamika pengajuan anggaran pelaksanaan pilkada di masing-masing daerah, dan konsekuensi peraturan pilkada di daerah otonomi khusus.
Riset yang bakal dijalankan Perludem ini, akan mengambil dua daerah sampel, yaitu Provinsi Aceh dan Kabupaten Kulonprogo. “Kajian ini akan menghasilkan naskah buku, dari penelitian yang kita lakukan,” ujar Fadli. Tak hanya itu, untuk memudahkan pengambilan kebijakan, Perludem juga bakal menyusun policy brief terhadap hasil kajian.
Pemilihan dua lokus kajian tersebut bukan tanpa alasan. Provinsi Aceh dipilih karena menerapkan otonomi khusus, dan memiliki peraturan tersendiri terkait pilkada. Sedangkan Kabupaten Kulon Progo, dipilih karena merupakan salah satu daerah yang Naskah Perjanjian Hibah Daerah-nya disetujui 100 persen oleh pemerintah daerah, dari yang diajukan KPUD setempat.
Sementara itu, untuk waktu pelaksanaan kajian ini membutuhkan durasi 6 bulan. Fadli menuturkan, secara tahapan pelaksanaannya sudah dapat dijalankan. Hanya saja, perlu penyesuaian riset desain melihat situasi sekarang masih diselimuti pandemi Covid-19. Penyesuaian itu seperti strategi pengumpulan data dan informasi di lokus kajian. Meski begitu, proses pengumpulan data sudah ditempuh Perludem sejak menyusun proposal penelitian. “Selama ini Perludem mengerjakan aktivitas yang memang tetap bisa dilakukan secara daring,” katanya.
Selain riset lapangan di Provinsi Aceh dan Kabupaten Kulon Progo, Perludem juga akan melakukan kajian pustaka dengan mengulas praktik pilkada secara menyeluruh di Indonesia. Titi Anggraini menuturkan, kajian pustaka itu hendak mengangkat isu pilkada terutama dari 2015 pasca penerapan pilkada serentak. “Kita batasi pada praktik pilkada pasca 2015,” ucapnya.
Titi menambahkan, dalam kajian tersebut Perludem berusaha menawarkan rekomendasi desain pilkada yang dapat menjadi alternatif pilihan, terutama yang berkaitan dengan fokus permasalahan yang diambil.
Selain dari Perludem, Direktur Eksekutif Puskapol UI, Aditya Perdana, juga memaparkan perkembangan yang telah dilakukan Puskapol UI. Seperti dalam proposal yang diterima BPP Kemendagri, Puskapol UI telah menyusun berbagai kebutuhan selama melakukan kajian.
Dalam kajiannya, Puskapol UI memilih pertanyaan utama, yakni bagaimana sistem pilkada yang telah diterapkan saat ini, dapat memengaruhi pelaksanaan tata kelola pemerintahan daerah yang baik. “Pertanyaan ini kerap muncul, karena adanya pertimbangan apakah sistem yang sudah dijalankan tersebut dapat berkontribusi terhadap perbaikan dalam tata kelola pemerintahan di suatu daerah, atau malah sebaliknya,” ujarnya.
Untuk menjawab pertanyaan itu, kajian Puskapol UI akan melihat pada enam aspek, yang dua di antaranya yaitu kompetisi dan pencalonan, serta pelaksanaannya di daerah. Sedangkan empat aspek lainnya, meliputi tata kelola pemerintahan lokal; seperti pengelolaan sumber daya alam di tingkat lokal, pelayanan publik, kepemimpinan, dan otonomi khusus.
Aditya mengatakan, pihaknya telah menyusun sejumlah narasumber yang terdiri dari beberapa elemen, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat sipil, lembaga penelitian dan universitas, serta dari partai politik dan anggota legislatif. Adapun pelaksanaan kajian ini dijadwalkan bakal memakan waktu 12 bulan.
Menanggapi beragam paparan tersebut, Agus Fatoni menjelaskan, ihwal mekanisme pelaksanaan kerja, pihaknya terus berkonsultasi dengan beberapa unit terkait, seperti Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, serta Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan, dan Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan. “Harapannya dalam waktu dekat ini sudah ada petunjuk yang jelas,” tuturnya.
Di tengah pandemi Covid-19, kata Fatoni, rapat melalui teleconference dapat dimanfaatkan, terlebih hasilnya tetap bisa direkam. Sejak adanya pandemi Covid-19, pertemuan fisik yang melibatkan banyak orang memang dilarang. Pelarangan ini sebagai salah satu upaya memotong rantai penyebaran virus tersebut. (MJA)