News

Biaya Operasional Dicoret Mendagri, Anak Buah Ahok Senang

Jakarta – Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengatakan sedang menganalisis evaluasi yang disampaikan Kementerian Dalam Negeri terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI.

“Dari evaluasi, ada yang perlu kami tindak lanjuti, klarifikasi, dicoret,” kata Saefullah saat ditemui Tempo di kantornya, di kawasan Medan Merdeka Selatan, Kamis, 12 Maret 2015.

Salah satu anggaran yang kena evaluasi Mendagri adalah anggaran operasional transportasi. Saefullah justru sepakat. “Kalau enggak boleh, enggak apa-apa,” kata Saefullah.

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Heru Budi Hartono menuturkan tunjangan operasional transportasi awalnya diturunkan untuk mengganti penghentian kendaraan dinas. Sebab, kata Heru, ada jajaran pejabat yang mengakali uang operasional. “Ada satu-dua pejabat yang nakal, sudah dapat uang transpor, masih minta kendaraan operasional untuk dinas dibawa pulang,” kata Heru.

Itu sebabnya Heru sependapat menghapus uang operasional transportasi. Heru mengaku pemerintah DKI mengeluarkan minimal Rp 4-5 juta untuk setiap kepala per bulan. “Saya enggak bisa ngontrol-nya, susah itu dikontrolnya,” kata Heru.

Sejak Agustus 2014, berdasarkan peraturan gubernur yang ditandatangani Joko Widodo, kendaraan dinas untuk PNS DKI ditarik dan diganti dalam bentuk tunjangan operasional. Selanjutnya, PNS bisa memilih untuk menerima tunjangan kendaraan atau menggunakan kendaraan operasional.

Besaran tunjangan kendaraan operasional bagi PNS DKI untuk pejabat eselon II setingkat kepala dinas, kepala biro, dan wali kota sekitar Rp 12 juta per bulan. Selanjutnya, untuk pejabat eselon III setingkat kepala bagian, camat, dan kepala suku dinas memperoleh Rp 7,5 juta. Sedangkan pejabat eselon IV setingkat kepala seksi, kepala subbagian, dan lurah adalah Rp 4,5 juta. Adapun staf biasa mendapat tunjangan transportasi sesuai pangkat dan golongannya.

Sumber : www.detik.com