News

Beberapa Langkah KPU Untuk Efisiensi Anggaran Pilkada Serentak

JAKARTA – Semangat efisiensi dalam pembiayaan Pilkada serentak ternyata masih sangat rendah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan Pilkada serentak ternyata menghabiskan anggaran yang jauh lebih besar dari Pilkada tidak serentak. Data Ditjen Bina Keuangan Daerah BPP Kemendagri menunjukkan terjadi peningkatan hibah dana Pilkada ber-NPDH (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) dari Rp 5 triliun pada 2017 meningkat sebesar Rp 15 triliun pada 2018. Adanya trend peningkatan dana Pilkada Serentak tersebut menurut Direktur Politik Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri Bahtiar, diprediksi memaksa negara harus menyiapkan sekira Rp 30 triliun pada pemilu 2024 mendatang.

“Artinya kalau memang mau melakukan Pilkada serentak nasional pada 2024, maka kita harus siapkan uang sekira Rp 30 triliun, dengan standar dan parameter yang lebih jelas. Ketimbang yang seperti ini, pada 2015, 269 daerah menghabiskan uang Rp7 triliun, begitu juga pada 2017 yang hanya 101 daerah, tapi uang habis Rp 5 triliun, apa ukurannya dengan jumlah DPT yang kurang lebih sama,” kata Bahtiar dalam acara Diskusi Publik Model Pembiayaan Pilkada Serentak yang Efisien dan Efektif, yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (BPP) Kemendagri di Hotel Mercure, Jakarta hari ini, Selasa (7/11).

Sebelumnya terkait dengan hal tersebut Arif Budiman Ketua KPU RI mengatakan berbicara efisiensi dan efektivitas terkait Pilkada serentak, sama saja dengan mimpi. Menurutnya perlu ditinjau ulang filosofi bangsa ini memilih Pilkada sebagai cara regenerasi kepemimpinan.

“Pilkada tidak diciptakan dan tidak dipilih untuk menghasilkan efektivitas dan efisiensi, kalau mau efektif dan efisien, maka negara itu tidak akan memilih demokrasi sebagai regenerasi kepemimpinannya. Dia akan pilih monarki. Efektif dan efisien akan selalu berhubungan dengan penghematan waktu dan uang, anda lihat kita selenggarakan Pilkada 10 bulan, Pemilu 2 tahun. Jadi, bicara efisiensi dan efektivitas rasa-rasanya hanya mimpi,” ucapnya ketika menjadi pembicara dalam acara Diseminasi Model Pembiayaan Pilkada Serentak yang Efisien dan Efektif oleh Puslitbang Pembangunan dan Keuda BPP Kemendagri di Mercure Hotel.

Namun KPU selama ini bukan tidak melakukan efisiensi. Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menyebutkan beberpa taun terakhir KPU sudah melakukan beberapa langkah agar pembiayaan Pilkada bisa bejalan efektif. Salah satunya dengan pemutaakhiran data pemilih berkelanjutan.

“Selama ini problem dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) selalu berulang. KPU berinisiatif untuk mendesain pemutakhiran daftar pemilih secara berkelanjutan. Sistem ini akan menghemat anggaran sekira Rp 600-900 miliar,” tuturnya.

Selain pemutaakhiran data pemilih berkelanjutan, KPU juga telah melakukan pengadaan logistik secara online, “KPU memperkenalkan e-katalog. Contohnya surat suara Pilkada Banten, anggaran Rp 700/lembar, harga kemudian menjadi Rp 78/lembar. Surat suara Pilgub DKI Putaran I, anggaran Rp 1.275 menjadi Rp 100. Putaran II anggaran Rp 750 menjadi Rp 78,1. Langkah selanjutnya adalah KPU secara bertahap akan menerapkan e-rekapitulasi, dan ini memotong waktu rekapitulasi kurang lebih 1 bulan,” tutupnya. (MSR)

Join The Discussion