News

Batas Usia Pensiun Peneliti Madya Dipangkas

JAKARTA – Batas usia pensiun (BUP) peneliti madya mengalami pemangkasan setelah lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11/2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pemangkasan ini diharapkan memacu produktivitas peneliti di Indonesia.

Seperti diketahui, di dalam Pasal 239 PP Nomor 11/2017 diatur bahwa pegawai negeri sipil (PNS) yang telah memasuki batas usia diberhentikan secara hormat. Rinciannya, peneliti madya memiliki batas usia pensiun 60 tahun, dari sebelumnya 65 tahun. Peneliti utama batas usia pensiunnya tetap di angka 65 tahun. “Hadirnya PP Nomor 11/ 2017 ini menjadi dorongan implementasi merit sistem dalam memacu kinerja peneliti madya untuk mengumpulkan angka kredit. Ini agar menjadi pejabat fungsional ahli utama sebelum usia 60 tahun,” kata Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana, Senin (20/11/2017).

Sebelumnya peneliti madya dan utama sama-sama memiliki BUP 65 tahun. Namun, jika batas pensiun keduanya pada angka yang sama maka tidak ada keistimewaan bagi para peneliti utama. “Peneliti utama tidak akan punya insentif tersendiri jika sama BUP-nya,” ungkap Bima.

Ditambah lagi, saat ini tidak banyak peneliti utama yang dimiliki Indonesia. Sampai Agustus 2017 hanya terdapat 49 orang peneliti utama pada rentang usia 36-50 tahun di Indonesia. “Sementara itu, terdapat sekian ratus peneliti berusia hampir 60 tahun, tetapi masih menjadi peneliti madya,” ungkapnya.

Kepala Biro (Karo) BKN Mohammad Ridwan pun menjelaskan, pemberlakuan aturan ini sudah disertai petunjuk teknis, yaitu Surat Kepala BKN Nomor K.26-30 / V.119-2/99 bertanggal 3 Oktober 2017 tentang BUP bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional. “Detail dijelaskan pada poin 2 huruf d Surat Kepala BKN tentang BUP jabatan fungsional terkait batas usia PNS pada saat berlakunya PP 11/2017 pada 7 April 2017 lalu,” katanya.

Di masa peralihan ini tidak langsung peneliti yang berusia 60 tahun akan dipaksa pensiun. Untuk usia yang sudah lebih dari 60 tahun akan tetap berakhir di batas usia pensiun 65 tahun. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (BPP) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Dodi Riyadmadji mengaku pesimis bahwa hal ini akan mendorong produktivitas peneliti. Apalagi tidak mudah bagi peneliti madya untuk menjadi peneliti utama. “Kredit poin harus ditambah 200-an. Saya kira tidak efektif karena belum ada peneliti madya usia kurang dari 60-an tahun,” ungkapnya.

Selain karena kredit poin yang harus dicapai terdapat beberapa persoalan teknis yang dihadapi para peneliti di daerah. Salah satunya pasokan peneliti di pemda berasal dari proses inpassing (penyesuaian), bukan dari awal. Hal ini mengingat badan litbang di daerah merupakan organisasi baru. “Sementara kawan-kawan di daerah mendapatkan (peneliti) dari inpassing akan mentok di madya. Peneliti madya yang di daerah berusia 59-60 tahunan dan itu yang paling tinggi,” paparnya.

Di sisi lain, peneliti di lingkungan Kemendagri dan pemda berbeda dengan bidang kedokteran ataupun pertanian. Pasalnya, penelitian yang dilakukan di laboratorium bisa memenuhi nilai kredit. “Kalau di pemda dan Kemendagri itu dari BPP Kemendagri dibawa ke LIPI menurun, lumayan. Apalagi untuk membuat karya ilmiah tidak bisa dibatasi beberapa hari bisa selesai,” ungkapnya.

Dodi menambahkan, keterbatasan anggaran juga menjadi persoalan. Anggaran yang terbatas hanya cukup untuk pelatihan 30 peneliti dalam setahun. (IFR/Sindonews.com)

Join The Discussion