JAKARTA – Dewan Penasihat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Jamhari Makruf mengatakan, banyak sekali penelitian (riset) di bidang ilmu teknik dan sains. Sebaliknya, tidak banyak riset di bidang ilmu social terutama keagamaan.
Dana, menurut dia menjadi salah satu kendala. “Jadi, dana untuk melakukan penelitian social, terutama keagamaan itu sedikit sekali,” kata Jamhari di Workshop Nasional tentang hambatan-hambatan riset di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), Selasa (14/3).
Keterbatasan anggaran, menurut dia, mengakibatkan kajian-kajian khusus seperti riset tafsir, hadis, dan lainya kurang berkembang di Indonesia. Kendala lainnya, lanjut Jamhari, yaitu birokrasi penelitian. Dalam hal ini, kata dia, penelitian dianggap sebagai proyek. Pelaporan penelitian pun mirip dengan pelaporan orang yang mendapatkan tender barang. Jadi, kuitansinya harus jelas dan lengkap. “Kemudian, kalau ada perubahan di tengah penelitian, dia (dosen) harus memberitahukan kepada kampus atau lembaga yang member dana penelitian,” ujarnya.
Kepada para dosen di PTKIN, ia juga menyarankan untuk meningkatkan kemampuan meneliti dan menulis. Sebab, di Indonesia banyak sekali data dan informasi yang bias dijadikan tulisan. Sayangnya, menurut dia, saat ini dosen masih dianggap sebagai staf kantor. Padahal, dosen seharusnya terjun ke masyarakat, bukan duduk terus dalam kelas.
“Ada ketidaksinkronan yang terjadi di level kebijakan nasional. Dosen pegawai negeri masih dianggap sama dengan staf kantoran,” ujarnya.
Dalam pandangan Kasubdit Penelitian, Publikasi Ilmiah, dan Pengabdian Masyarakat Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Muhammad Zain, budaya untuk melakukan riset di PTKIN memang masih kurang. Karena itu, budaya penelitian di kampus harus terus menerus ditumbuhkan dan dikembangkan.
“Jadi, ini harus kita bina terus, bagaimana dosen itu sadar bahwa dia adalah dosen peneliti,” kata Zain.
Dalam upaya meningkatkan budaya riset tersebut, Kemenag sedang rancang program research skill. “Jadi, Kemenag sudah mendesain program pelatihan penelitian sebagai salah satu cara untuk menumbuhkan semangat penelitian para dosen,” katanya.
Ia menjelaskan, kendati budaya riset di perguruan tinggi masih kurang, sebenarnya dosen-dosen sudah banyak yang melakukan penelitian. Gairah penelitian mereka juga tinggi. Tapi ia tak memungkiri adanya beberapa hambatan. Salah satunya, hambatan publikasi. “Mereka setelah menulis, publikasinya tidak secepat yang diharapkan,” ujarnya. (IFR/Harian Republika)