BOGOR TENGAH – Laboratorium Treub milik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Kebun Raya Bogor kembali dibuka sebagai pusat penelitian tumbuhan tropis bertaraf internasional.
Sebelumnya pada 1 Desember 1884, laboratorium itu dibuka sebagai sentral penelitian tumbuhan bagi peneliti mancanegara oleh Melchior Treub.
Akan tetapi, alat-alat laboratorium yang ada kemudian mengalami kerusakan dan tertinggal akibat perkembangan teknologi.
Baru pada Maret 2018 ini LIPI melakukan kerja sama dengan pemerintah Jepang dan melakukan pembaharuan alat-alat laboratorium berstandar internasional.
“Kami ingin merevitalisasi Laboratorium Treub ini sebagai laboratorium internasional, kembali ke jamannya waktu pak Treub dalam masa inisiasinya,” ujar Prof. Dr. Enny Sudarmonowati, Deputy Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Rabu (21/3/2018).
Enny mengatakan LIPI melakukan hal tersebut karena ingin mendorong karya-karya ilmiah dan penelitian yang ditemukan di Indonesia.
“Dengan ini nanti bisa menghasilkan temuan-temuan yang akan ditulis dengan watermark ‘ditemukan di Indonesia’, itulah yang bisa mengangkat nama Indonesia,” pungkasnya.
Menurutnya banyak peneliti asing yang telah diundang, bahkan ada yang menghubunginya untuk melakukan penelitian di Laboratorium Treub itu.
“Saya yakin mereka pasti tertarik karena mereka juga harus menulis mengenai keanekaragaman hayati tropis, karena mereka enggak punya itu di negaranya,” ungkap Enny.
Akan tetapi, Enny menyatakan tidak ingin sembarangan menerima peneliti yang ingin melakukan penelitian di Laboratorium Trueb.
“Karena kalau kita tidak tertarik dengan penelitian yang dia kerjakan kita tolak, dan kalau enggak ada peneliti dari indonesia yang mendampingi dia ya juga kita tolak,” kata Enny.
Pendampingan bagi peneliti asing sangat penting menurut Enny, dan hasil penelitian yang diperoleh nanti harus ditulis secara bersama-sama.
“Saya enggak mau kecolongan ketika dia kerjakan di Indonesia, tiba-tiba hanya nama peneliti asing itu sendiri yang muncul,” tutur Enny.
Oleh karena itu, LIPI mewajibkan adanya kontrak kerja sama antara institusi yang menaungi peneliti dengan LIPI sebagai penyedia sarana penelitian.
“Kita ada tanda tangan perjanjian kerja sama dengan institusinya peneliti bukan individunya, habis itu ada material transfer agreement (MTA), dan harus nanti publikasinya publikasi bersama,” kata Enny memaparkan.
Enny juga mengatakan pihaknya tidak ingin kekayaan negara kita diambil begitu saja oleh orang asing.
“Kita monitor sekali karena takutnya kalau dia bawa barang atau tumbuh-tumbuhan dari sini, itu kan hak kekayaan intelektual dan kekayaan alam kita,” ucapnya.
Terkait biaya ketika melakukan penelitian di Laboratorium Treub, Enny menyebutkan LIPI tidak memberikan bantuan dana dan membebaskan peneliti untuk mencari dana secara mandiri.
“Kami memang hanya menyediakan sarana dan prasarana saja, tidak bisa menyediakan uang untuk membiayai mereka, jadi kita minta kepada mereka untuk mencari dana sendiri, foundationnya bisa di cari yang ada di Indonesia bahkan luar negeri,” ujar Enny (TRIBUNNEWSBOGOR.COM)