JAKARTA – Komoditas bawang putih tengah jadi sorotan. Salah satu bumbu dapur ini harganya melonjak tinggi beberapa hari terakhir, dari sebelumnya Rp 40.000-45.000/kg, menjadi kisaran Rp 60.000/kg.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertanian, Muhammad Syakir, mengatakan gejolak bawang putih tersebut coba diatasi dengan pengembangan produksi bawang putih di beberapa dataran tinggi. Saat ini, dari total kebutuhan setahun 400.000 ton, sebanyak 95% bergantung pada impor, terbesar dari China.
“Makanya biar tidak impor terus dan harganya mahal, dikembangkan bawang putih varietas unggulan yang bernama lumbu hijau. Kita mau bangkitkan kembali orang menanam bawang putih lagi di dataran-dataran tinggi,” ungkap Syakir di kantornya, Jakarta, Selasa (2/5/2017).
Syakir enggan menjelaskan berapa target produksi bawang putih varietas baru yang akan ditanam di sejumlah daerah tersebut. Produktivitas varietas bawang Bumbu Hijau tersebut, diklaim bisa mencapai 12 ton per hektarnya.
“Kita kan hanya di penelitian varietas baru, verietasnya sudah ada dari tahun lalu. Kenapa kita baru kembangkan? Karena kita fokus dulu di Pajale (padi, jagung, dan kedelai). Soal berapa luas lahannya, itu sepenuhnya di Ditjen Hortikultura,” kata Syakir.
Daerah yang dilirik untuk pengembangan komoditas bawang putih, yakni Sumatera Barat yang memang banyak memiliki daerah pertanian dataran tinggi berhawa sejuk.
“Kita mau coba di Sumatera Barat. Makanya ini ada MoU dengan mereka. Soal berapa nanti, nanti kebutuhan dari daerah siap berapa (luas lahan),” terangnya.
Pada kesempatan tersebut, dirinya juga menyampaikan program bagi-bagi pohon cabai rawit akan terus dilakukan. Hal ini agar gejolak harga cabai rawit tak lagi terulang di masa mendatang.
“Cabai rawit kita bagi-bagi pohon, sudah puluhan ribu, saya lupa persisnya, dan akan kita bagikan puluhan ribu pohon cabai di semua provinsi. Kita bagikan lewat organisasi wanita,” tutur Syakir. (IFR/Detik.com)