News

Balai Kemenperin Riset Limbah Plastik Jadi BBM

JAKARTA – Kementerian Perindustrian terus mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan yang bertujuan untuk menghasilkan inovasi agar bisa dimanfaatkan oleh pelaku indusri dan masyarakat. Misalnya, dilakukan oleh Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) Jakarta yang tengah menganalisis hasil temuan Muryani (59) warga Blitar, Jawa Timur mengenai alat pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM).

“Dari hasil analisis kami, dirasa perlu untuk sharing knowledge dengan Bapak Muryani dalam rangka pengembangan alat tersebut serta memfasilitasi penyusunan patennya apabila sesuai persyaratan. Rencana, kami akan ke Blitar hari ini,” kata Kepala BBKK, Roy Sianipar di Jakarta, Rabu (24/1).

Menurutnya, BBKK telah merekomendasikan agar ketiga BBM yang dihasilkan dari alat milik Muryani, yaitu solar, minyak tanah dan premium, perlu diuji karakteristik serta uji peforma terhadap mesin bermotor. Upaya ini bisa dilakukan di laboratorium Balai Teknologi Termodinamika Motor dan Propulsi (BT2MP), di bawah binaan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

“Menurut pengamatan kami, solar yang didapat masih mengandung banyak pengotor dan kemungkinan cetane number masih rendah karena solar tersebut tidak didestilasi sesuai dengan titik didih solar, yakni 250-350°C,” ungkap Roy.

Oleh karena itu, guna menindaklanjuti hasil penelitian tersebut, diperlukan pembuatan standar produk-produk berupa bahan bakar dan pelarut yang berbahan baku limbah plastik dan pedoman proses pengolahannya. “Kemudian, perlu juga dilakukan kajian ekonomisnya dan dampak bahaya dari proses,” imbuhnya.

Roy menyampaikan, BBKK telah melakukan riset mengenai pengolahan sampah plastik jenis polietilena (kantong plastik) sejak tahun 2009. Alat yang digunakan terdapat dua macam, alat pirolisis skala 5 kg dan alat fraksinasi 5 liter.

“Produk yang kami hasilkan memiliki karakteristik lebih tinggi dibandingkan BBM, sehingga direkomendasikan oleh Lemigas untuk dijadikan pelarut, dan telah diuji mendekati jenis pelarut produksi PT Pertamina,” paparnya.

Jenis pelarut tersebut, yaitu Pertasol (10%), Minasol (10%), dan Low Aromatic White Spirites (30%) serta solar (40%) dengan cetane number sebesar 58 sesuai spesifikasi Euro4. Pelarut tersebut sudah diaplikasikan di PT. Sigma Utama untuk pelarut Cat Alkid dengan hasil uji melebihi bagus dari pelarut yang biasa digunakan.

Bahkan, gas yang tidak terkondensasi telah diuji di Lemigas dengan hasil mendekati karakteristik Liquid Petroleum Gas (LPG). “Penelitian kami ini, baik dari alat dan prosesnya telah didaftarkan untuk dipatenkan pada tahun 2015 dan sedang proses untuk mendapatkan granted,” ungkap Roy. (rakyatku.com)

 

Join The Discussion